Rabu, 29 Juli 2009

Syara-syarat bekerja di dalam lembaga pemerintahan


Mungkin orang akan bertanya; Apakah dari permasalahan yang lalu berarti secara mutlaq tidak boleh bekerja
dalam tugas-tugas yang ada hubungannya denga lembaga dan sarana pemerintah sekuler pada masa sekarang ini…?

Dan untuk menjawab pertanyaan ini kami katakan;
Sesungguhnya pekerjaan dan tugas apasaja yang dilakukan oleh seorang muslim itu harus memenuhi beberapa syarta, secara umum sebagai berikut:


1- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengakibatkan kepada penyelisihan terhadap syari’at secara nyata. Seperti bekerja dalam lembaga pengadilan dan penasehat hukum. Karena hal itu adalah bersinggungan langsung dengan undang-undang positif dan pelaksanaan terhadap konsekuensi-konsekuensinya. Yang di dalam pandangan Islam dianggap thoghut yang harus dikufuri.. Sesungguhnya rizki yang halal itu tidak dicari kecuali dengan cara yang syar’ii dan halal. Di dalam hadits shohih disebutkan bahwasanya Nabi saw., bersabda:

إن الرزق ليطلب العبد أكثر مما يطلبه أجله
“Sesungguhnya rizqi itu lebih mengejar seseorang dari pada ajalnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni, Shohih Al-Jami’: 1630.
Maka tidak ada alasan untuk mencarinya dengan cara haram.

2- Hendaknya pekerjaan atau tugas tersebut tidak ada unsur memperkuat kebatilan dan ahlul bathil, dan tidak ada unsur yang menolong mereka dalam melakukan kemungkaran, dosa dan permusuhan. Hal ini berdasarkan larangan Alloh dalam firmanNya:
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS. 5:2)

3- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengandung unsur wala’ kepada thoghut, dan tidak pula ada unsur menolong kedzoliman dan kekafiran mereka…
Alloh berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا الكافرين أولياء مندون المؤمنين
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. (QS. 4:144)

Dan dalam hadits shohih Rosululloh mengatakan:
من أعان ظالماً بباطلٍ ليدحض بباطله حقاً، فقد برئ من ذمة الله  وذمة رسوله
“Barangsiapa yang membantu orang dzolim dengan kebatilan untuk menolak kebenaran, maka ia telah lepas dari tanggungan Alloh dan tanggungan rosulNya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Hakim, As-silsilan Ash-Shohihah: 1020.
Dan beliau bersabda:

اسمعوا، هل سمعتم أنه سيكون بعدي أمراء فمن دخل عليهم فصدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فليس مني ولست منه، وليس بوارد علي الحوض، ومن لم يدخل عليهم ولم يُعنهم على ظلمهم ولم يصدقهم بكذبهم فهو مني وأنا منه، وهو وارد علي الحوض
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa akan ada setelahku pemimpin-pemimpin, yang barang siapa masuk kepada mereka lalu membenarkan kedustaan mereka atau membantu kedzoliman mereka amak dia bikan dari golonganku dan aku bukan dari golongan dia dan dia tidak akan meminum dari Al-Haudl (telaga rosululloh pada hari kiyamat-pent.). Dan barangsiapa yang tidak me\asuk kepada mereka, tidak menolong kebatilannya dan tidak membenarkan kedustaan mereka maka dia golonganku dan aku adalah golongnnya dan dia akan meminum dari al-Haudl.” Shohih Sunan At-Tirmidzi: 1843.

Hendaknya takut kepada Alloh mereka yang menyiapkan dirinya untuk membantu para thoghut, membelnya dan bekerja pada mereka, seperti para pemfitna dan mata-mata yang memata-matai rahasia kaum muslimin untuk kepentingan mereka dan keamanan mereka.. Semua itu mereka lakukan hanya untuk mendapatkan beberapa keping uang.!

4- Hendaknya pekerjaan itu bukanlah yang telah dinyatakan haram oleh Alloh, sebagaimana sabda Rosululloh dalam sebuah hadits:
فلا يكونن عريفاً، ولا شرطياً، ولا جابياً، ولا خازناً
“Maka jangan sekali-kali menjadi ‘ariif (penanggung jawab, pemimpin) atau polisi atau pemungut pajak atau bendahara.”

Dan begitu juga menteri, atau penasehat atau mata-mata..
Dengan menjaga syarat-syarat tersebut, - dengan berkah dari Alloh – silahkan setiap orang Islam bekerja sebagai apa saja. Dan seorang muslim yang cerdas itu adalah yang bisa bekerja dengan pekerjaab yang membantu Islam dan muslimin. Dan hendaknya ia menjauhi pekerjaan pada celah-calahnya ada yang haram atau ada unsur menolong thoghut terhadap kedzolimannya. Endaknya
Dan dahulu para ulama’ salaf lari dari bekerja pada pemerintah yang dzolim supaya tidak menjadi penyebab yang memperkuata kedzoliman mereka kepada manusia. Maka menjauhi para thoghut kekafiran dan kemurtadan lebih utama lagi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Asy-Sya’bi main catur ketika diminta oleh Al-Hajjaj untuk menjabat sebagai hakim. Dia bermain catur tersebut untuk menjadikan dirinya fasiq sehingga tidak menjabat hakimnya Hajjaj. Dia berpendapat untuk melakukan perbuatan itu supaya menjauhkan dirinya dari menolong orang seperti Hajjaj dalam kedzolimannya terhadap kaum muslimin. Dan permasalahan itu menurutnya lebih terlarang, padahal tidak mungkin beralasan untuk menolaknya kecuali dengan perbuatan itu. Dan Sa’id bin Jubair diriwayatkan begitu juga. (Ini dikatakan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa: XXXII/238 dan 245.

Lalu dimanakah posisi orang-orang yang masuk ke dalam pintu-pintu thoghut – dengan alasan kemaslahatan dakwah – mereka mengarap-harap sedikit imbalan yang dilemparkan oleh para thoghut kepada mereka… Di manakah posisi mereka dari akhlaq para ulama’ salaf kita yang tinggi dan bersih dari pemerintahan yang dzolim?!

Muhammad Quthub mengatakan: “Pada dasarnya hendaknya sebisa mungkin kaum muslimin itu berada jauh dari tekanan pemerintah jahiliyah kepadanya. Akan tetapi ini tidak bisa dipenuhi di segala keadaan, karena banyak manusia yang mereka terpaksa oleh keadaan penghidupan, mereka terpaksa masuk kedalam tekanan ini untuk membiayai diri mereka dan anak-anak mereka..

Lalu pekerjaan apa yang masuk kedalam keterpaksaan ini yang mereka boleh bekerja padanya? Sebenarnya tidak ada batasan yang terperinci, akan tetapi kami katakan: secara umum mereka ayah-syah saja, sesungguhnya seyiap kali pekerjaan itu dekat dengan pemerintah, maka secara pasti posisi seorang muslim telah jau dari nya .. Akan tetpi dalam keadaan apapun seorang muslim hendaknya tidak menjadi menteri. Karena ketika itu dia berada dalam tekanan secara langsung dari pemerintah jahiliyah, ketika itu dia tidak bisa lepas. Lebih mudahnya lagi dia bersumpah dengan janji untuk memberikan wala’nya kepada pemerintah jahiliyah yang dia ingkari atau kepada thoghut yang menjalankan hukumnya dengan hukum selain hukum yang telah diturunkan Alloh.. Dan hendaknya dia tidak berada di tempat yang bermuamalah secara langsung dengan undang-undang yang menyelisihi hukum Alloh. Karena ketika itu dia tidak akan bisa selamat dari menyelisihi perintah Alloh.” (Waqi’una Al-Mu’ashir: 508-509)

Dan dalam masalah ini Sayyid Quthub mengatakan dalam bukunya yang agung yaitu buku Al-Ma’alim : “Akan tetapi Islam itu – sebagaimana yang kami katakan - tidak akan mungkin hanya sebagai pemikiran saja. Yang dianut oleh orang secara keyakinan dan disibukkan dengan ibadah, lalu ia menjadi enggota dalam sebuah pergerakan masyarakat jahiliyah yang tegak secara nyata. Sesungguhnya keberadaannya seperti itu – meskipun banyak jumlahnya – tidak akan mungkin akan menghasilkan eksistensi Islam secara nyata. Karena orang yang menganut Islam secara pemikiran yang masuk kedalam susunan anggota masyarakat jahiliyah ini akan terus tertekan untuk melakukan tuntutan-tuntutan keanggotaan masyarakat tersebut.

Mereka akan bergerak – baik secara suka rela atau terpaksa dengan sadar atau tidak sadar – untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat ini. Mereka akan akan mempertahankan eksistensinya dan mereka akan mengusir unsur-unsur yang mengancam eksistensinya, karena dia adalah bagian yang melaksanakan tugas-tugas dengan semua anggotanya sama saja apakah mereka menghendakinya atau tidak.. Artinya orang-orang yang beragama Islam secara pemikiran saja itu kenyataannya akan terus memperkuat masyarakat jahiliyah yang secara teori mereka berusaha untuk menghilangkannya. Dan mereka akan tetap menjadi kelompok-kelompok yang hidup dalam masyarakat tersebut dan membantunya dengan sarana-sarana yang dapat mempertahankan keberadaanya. Dan mereka akan memberikan kepada masyarakat tersebut peran dan keahlian mereka supaya masyarakat itu hidup dan kuat. Ini semua sebagai pengganti gerakan mereka yang menyerahkan kepada masyarakat jahiliyah tersebut untuk menegakkan masyarakat Islami,” Habis.

Diterjemahkan oleh Abu Musa Ath Thoyyaar dari buku HUKMUL ISLAM FID DIIMUQROOTHIYYAH, ‘Abdul Mun’im Mushthofa Haliimah Abu Bashiir.

0 komentar:

Posting Komentar