Jumat, 10 April 2009

Kenapa Harus Bangga Sebagai Sebuah Bangsa? [Sebuah Perlawanan Terhadap Ide Nasionalisme]


Faham kebangsaan adalah salah satu paham yang paling sulit dimengerti. Entah mengapa, kita yang lahir di Nusantara ini tiba-tiba dijejali dengan berbagai doktrin nasionalistik. Guru-guru kita berkata : “engkau adalah bagian dari Bangsa Indonesia, engkau harus bangga menjadi Bangsa Indonesia, engkau harus bisa membawa nama baik bangsamu, engkau harus menjaga citra bangsa, engkau harus mau berkorban untuk bangsamu, engkau harus selalu berani membela bangsamu, engkau harus menjaga kesatuan bangsamu, engkau harus serahkan jiwa-ragamu untuk kehormatan bangsamu, engkau harus meletakkan kepentingan bangsamu di atas segala-galanya, dan lain-lain”.
Nasionalisme telah menjadikan identitas kebangsaan sebagai identitas paling tinggi. Kepentingan bangsa adalah kepentingan tertinggi. Kebangsaan dijadikan sebagai faktor utama untuk menyatukan manusia, kebangsaan juga yang dijadikan sebagai faktor utama untuk memisahkan/membedakan diri dengan manusia lain (yang tidak sebangsa). Ikatan kebangsaan dijadikan asas dalam membangun sebuah negara. Inilah yang disebut “negara bangsa” (nation state).
Faham Yang Irasional
Entah apa yang membuat kita bertahun-tahun mau menerima mentah-mentah doktrin seperti ini. Padahal, jika kita mau sedikit berfikir, ada satu pertanyaan kritis yang bisa kita ajukan terkait dengan masalah ini. Pertanyaannya adalah: “Siapa yang menutut saya untuk membaktikan diri sepenuhnya kepada apa yang disebut dengan bangsa? Atas dasar apa identitas kebangsaan itu mesti membawa konsekuensi untuk menaruh loyalitas tertinggi kepada ikatan kebangsaan?”. Jawabnya apa? Saya rasa tidak ada jawaban benar yang bisa membuat kita menerima doktrin di atas secara rasional.
Dari sini kita jadi tahu, bahwa nasionalisme itu bukanlah ide yang rasional. Faham kebangsaan itu bersifat emosional. Hanya gara-gara kita dilahirkan dalam sebuah bangsa, dan hidup di tempat yang sama, maka kita harus memberikan loyalitas tertinggi kepada bangsa itu, tanpa boleh mencerna alasannya. Mereka berkata: Kita harus berjuang, bersaing dengan bangsa lain, agar bangsa kita memiliki nama yang harum di tengah bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak boleh membiarkan bangsa kita didominasi oleh pihak lain, sehingga kita harus senantiasa menjaga kemandirian bangsa. Bahkan kalau perlu, kita harus berani mengorbankan hidup kita demi bangsa tercinta. Jangan biarkan sesuatu pun memecah-belah bangsa kita, walau dengan alasan agama sekali pun. Itulah yang mereka ajarkan. Semua hanya dibangun oleh satu alasan, yaitu “karena kita dilahirkan dalam sebuah bangsa”. Sungguh tidak masuk akal. Ikatan dan loyalitas semacam itu hanya lahir dari pandangan yang dangkal dan sempit. Hanya lahir dari naluri mempertahankan diri seperti tampak pada binatang-binatang yang hidup secara berkelompok.

Nasionalisme Tidak Layak Dijadikan Asas dan Kepribadian Negara
Negara merupakan unit kehidupan sosial manusia. Di dalam negara terjadi berbagai macam interaksi manusia yang sedemikian kompleks. Di dalam negara terkumpul berbagai macam problematika kehidupan masyarakat yang tidak sederhana. Atas dasar itu, negara wajib memiliki sistem yang berfungsi untuk mengatur seluruh bentuk interaksi sosial di dalamnya. Negara wajib memiliki sistem yang berguna untuk menyelesaikan berbagai problematika kehidupan sosial, baik menyangkut seluruh urusan dalam negeri maupun luar negeri. Maka, negara membutuhkan seperangkat sistem kehidupan yang menyeluruh, sesuai dengan karakternya yang khas.
Dan apa yang disebut nasionalisme tidak bisa memberi sistem apa pun kepada manusia, selain sekedar tempat untuk berpijak (tanah-air). Maka, paham kebangsaan jelas tidak bisa memenuhi kebutuhan dari sebuah negara. Yang dibutuhkan oleh sebuah negara yang berkepribadian mantap adalah idiologi. Yakni sebuah pemikiran yang dapat memberi manusia suatu pandangan mendasar dan menyeluruh mengenai kehidupan, beserta seperangkat sistem kehidupan yang memancar dari pemikiran tersebut. Dari idiologi tersebut ditelorkan berbagai macam sistem kehidupan yang memiliki corak khas, baik dalam pemerintahan, ekonomi, hukum, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri. Dan semua itu tidak akan kita dapat dari dalam bumi, dalam tanah-air tempat kita lahir. Juga tidak kita dapati dalam sifat genetik yang secara turun-temurun diwariskan oleh leluhur kita. Sebab, idiologi memang bukan soal kebangsaan, tapi soal pemikiran (maksudnya faham tertentu).

Islam Sebagai Idiologi
Islam merupakan idiologi yang lahir dari pandangan hidup tertentu. Aqidah islam adalah pandangan hidup islam, sedangkan syariah islam yang digali dari Al Qur’an dan assunah merupakan sistem menyeluruh yang akan mengatasi seluruh problematika kehidupan manusia. Atas dasar itu, islam merupakan sebuah idiologi yang layak dijadikan sebagai asas dalam bernegara.
Aqidah islam melihat kehidupan dan problematikanya dengan cara yang khas. Dunia seisinya diciptakan oleh Allah, dan seluruh problematika kehidupan dunia disiapkan sebagai ujian bagi manusia. Allah menurunkan wahyuNya kepada Muhammad saw agar manusia bisa menjalani ujian itu dengan benar. Dan Allah akan mematikan manusia, kemudian menghitung hasil ujian yang telah mereka jalani. Kemudian manusia akan menerima balasan dari apa yang telah ia kerjakan.
Aqidah islam memancarkan berbagai sistem kehidupan yang unik. Tidak ada satu pun problematika di dunia ini yang tidak teratasi oleh sistem islam. Dengan sistem itu, manusia bisa menjalani kehidupannya dengan benar, dan akan bisa mempertanggunjawabkan seluruh amalnya kepada Allah pada hari perhitungan. Islam mengatur sistem pemerintahan secara jelas, sebagaimana islam memberi manusia aturan tentang sholat. Islam mengatur permasalahan peperangan secara rinci, sebagaimana islam juga mengatur permasalahan mu’amalah. Islam mengatur sistem ekonomi secara baik, sebagaimana islam juga mengatur permasalahan shaum. Islam memaparkan sistem pidana dengan detail, sebagaimana islam menjelaskan perihal thoharoh. Dsb
Maka jelas, islamlah yang dibutuhkan oleh manusia untuk meraih kebahagiaan dunia-akhirat. Islamlah yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan berbagai ujian ini, baik dalam sektor privat maupun sektor publik, baik dalam urusan keluarga maupun urusan negara.
Kepada Siapa Hidup Ini Kita Dedikasikan?
Kalau kita bicara mengenai “kepada siapa hidup kita ini kita dedikasikan?” dan “kepada siapa loyalitas tertinggi kita berikan?” maka jawabannya tidak bisa dilepaskan dari cara kita dalam menjawab pertanyaan “untuk apa kita hidup?”. Kita hidup bukan untuk menyembah “bangsa”. Jika anda seorang muslim, maka anda harus yakin bahwa hidup manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah Ta’ala. Maka, Allah-lah labuhan dari seluruh hidup dan amal kita. Kepada Nyalah kita dedikasikan seluruh pengabdian kita. Kita lahir untuk mentaati perintahNya. Perintah Allah Ta’ala inilah yang harus kita perjuangkan mati-matian. Sebab, taat kepada Allah Ta’ala adalah alasan kita di dunia. Siapa yang berjalan bersama-sama kita dalam mengabdi kepada Allah, maka mereka adalah saudara “sebangsa” kita, tanpa memandang keluarga, kebangsaan, warna kulit, dll. Kita bersatu karena aqidah. Dan siapa saja yang menghalangi manusia untuk menuju jalan hidayah, maka merekalah musuh sejati kita. Kita akan berhadap-hadapan dengan mereka di medan peperangan. Tidak peduli siapa mereka, hingga andaikata mereka adalah keluarga kita, maka mereka akan tetap kita hadapi.
Maka, sebagai sebuah idiologi yang universal untuk seluruh umat manusia, Islam menentang ide kebangsaan. Diriwayatkan bahwa rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى
“wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan bapak kalian adalah satu.ketahuilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang arab dibandingkan non arab, dan begitu pula non arab dengan arab, dan juga kulit merah dibandingkan kulit hitam begitu pula sebaliknya, kecuali dengan taqwa( HR : Ahmad )”. Jadi perjuangan Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam menghimpun manusia adalah perjuangan atas dasar islam, bukan kebangsaan.
Menyatukan Umat Islam
Sekarang, umat islam telah tercabik-cabik oleh nasionalisme. Orang Indonesia bangga dengan keindonesiaannya. Orang mesir bangga dengan mesirnya, orang irak bangga dengan iraknya, orang malaysia bangga dengan malaysianya. Yang menjadi misi kita sekarang adalah menyatukan hati-hati kaum muslimin. Menghancurkan belenggu nasionalisme yang telah lama memisahkan hati dan loyalitas mereka. Kemudian, mengajak mereka untuk kembali kepada masa kejayaannya. Masa pada saat umat islam memiliki satu payung yang akan menghimpun dan menyalurkan seluruh dedikasi dan loyalitas mereka. Yaitu sebuah negara yang akan memberi arena bagi umat islam untuk membaktikan diri mereka sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Khilafah akan membuat mereka tidak butuh dan lupa dengan nasionalisme yang busuk itu!
Wahai umat islam! Jangan lagi kalian katakan “Bagiimu negri jiwa raga kami”, tapi katakanlah “inna sholaatiy wa nusukiy wa mahyaayaa wa mamaatiy lillaahi Rabbil ‘aalamiin”! …Wallahul musta’aan.(Amru, dari sasak.net dengan editing) Read More..

Kamis, 09 April 2009

TAUHID DAN KHILAFAH

Penegakan tauhid adalah inti di utusnya para Rasul. Dan karen tauhid pula Allah Ta'ala menurunkan kitab-Nya, menciptakan seluruh manusia dan dunia seisinya. Bahkan kalimat tauhid ini jika ditimbang dengan langit dan bumi serta dunia seisinya, akan lebih berat tauhid.
Akan tetapi tauhid yang agung ini tidak akan bisa ditegakkan kecuali di suatu daerah yang menerapkan syari'at islam. Negeri islamlah yang mengajarkan tauhid yang benar pada ummat, memberantas kesyirikan dengan kekuatan, menghancurkan tempat-tempat kemusyrikan dan menyelamatkan umat islam dari kemurtadan yang tidak disadarinya.

Maka keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Khilafah tidak akan menuntun kejalan yang benar jika aqidah penegaknya rusak, atau sebaliknya, tauhid tidak dapat direalisasikan dengan baik jika tidak ada wadah yang menampungnya. Persisi sebagaimana mata uang. Ia tidak akan laku jika hanya terdapat satu sisi saja. Dan ia akan berharga jika keduanya utuh.

Wajibnya menegakkan khilafah
Kekhilafahan adalah sesuatu yang sangat penting di dalam Dienul Islam. Tidak ada perselisihan di antara umat dan para imam tentang kewajiban menegakkan khilafah, kecuali sebagian dari golongan Khawarij dan Mu'tazilah.

Banyak dalil yang menerangkan tentang wajibnya menegakkan khilafah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al Baqarah: 30).
Al Qurthubiy berkata, “Ayat ini adalah dasar dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, agar persatuan berkumpul dengannya dan hukum-hukum Khalifah diterapkan dengannya. Dan tidak ada perbedaan dalam wajibnya hal itu di antara umat dan tidak pula di antara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al Ashamm – Al Mu’taziliy – karena dia itu Asham (tuli) dari syari’at ini.”
Allah SWT juga berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (An Nisaa`: 59)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mentaati ulil amri. Perintah untuk taat tersebut menunjukkan bahwa wajib hukumnya mengangkat waliyyul amri (khilafah). Karena Allah tidak mungkin mewajibkan kaum muslimin untuk taat kepada sesuatu yang tidak ada.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang mati sedang di lehernya tidak ada bai’at maka dia mati dengan mati jahiliyyah.”
Hadits di atas menunjukkan tentang wajibnya mengangkat imam. Karena bai'at tidak akan terjadi tanpa ada imam.
Al Mawardiy rahimahullah berkata, “Mengangkat imam bagi orang yang mampu menegakkannya di tengah umat adalah wajib dengan berdasarkan ijma.”
Al Haitsamiy rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa sahabat radhiyallahu 'anhum telah ijma bahwa mengangkat imam setelah berlalunya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban terpenting dimana mereka menyibukkan diri dengannya dari penguburan Rasulullah SAW.”
Dengan kehilafahan akan tegak tauhid, menjamurnya kader-kader pejuang islam, dan dihargainya darah dan kehormatan seluruh umat islam. Seluruh umat islam harus mengarahkan seluruh aktifitasnya untuk mengembalikan kehilafahan tersebut. Dan tentunya harus diwadahi dalam aqidah yang lurus.

Khilafah tidak mungkin tegak tanpa tauhid yang benar
Seluruh umat Islam harus berusaha menegakkan tauhid. Yaitu amal yang serius yang berkesinambungan untuk merealisasikan tauhid dengan segala macam-macamnya, dan cabang-cabangnya yang sudah baku dalam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di tengah umat. Terlebih lagi pada kelompok yang menerjuni tugas dakwah dan amal dalam rangka menolong dien ini dan meninggikan kalimatnya di muka bumi ini. Hal ini penting karena beberapa sebab:
Sebab pertama : Bahwa tauhid dalam dienul Islam dinilai sebagai tujuan bagi segala tujuan yang karenanya Allah menciptakan makhluk, Dia mengutus Rasul-rasul dan Dia menurunkan Kitab-kitab, serta Dia mensyari’atkan jihad dan qital …
Sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (An Nahl : 36).
Dan Dia ta’ala berfirman :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al Anbiyaa’ : 25)
Dan firman-Nya ta’ala :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzaariyaat : 56)
Dan firman-Nya ta’ala :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah : 5)

Tauhid adalah tujuan paling tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya atau sejajar dengannya. Tidak boleh menelantarkannya dalam rangka menegakkan tujuan atau maksud lain. Dengan ungkapan lain mengorbankan tauhid dalam rangka menegakkan hilafah. Ia selamanya menjadi prioritas utama saat banyak tugas dan amal yang bertumpuk.
Sebab kedua : Bahwa tamkin, kemenangan, istikhlaf (pemberian kepercayaan untuk memimpin) dan keamanan serta kebaikan lainnya yang kita elu-elukan dan kita cari serta kita berupaya ke arah sana… semua itu disyaratkan dengan adanya perealisasian tauhid pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan masyarakat-masyarakat kita. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (An Nuur : 55)

Perealisasian tauhid tergolong sebab paling kuat untuk meraih kemenangan, peneguhan dien ini serta keberkuasaan, dan kebalikannya juga seperti itu, dimana di antara sebab terbesar kekalahan, kegagalan dan kehinaan adalah lenyapnya tauhid dan tidak merealisasikannya pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan hidup kita… Allah ta’ala berfirman :
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad : 7)
Yaitu bila kalian menolong Allah dengan menta’ati-Nya, mengibadati-Nya dan mentauhidkan-Nya, maka Dia akan menolong kalian atas musuh-musuh kalian dengan berupa pengokohan-Nya.

Penutup
Setelah kita membahas hubungan antara tauhid dengan penegakan hilafah, jelas bagi kita bahwa perjuangan mengembalikan kembali khilafah harus diwadahi tauhid ahlus sunnah dengan manhaj salaf yang lurus. Bohong jika ada kelompok ingin mengembalikan kehilafahan tetapi tidak berakidah lurus.

Demikian pula bohong bagi mereka yang berusaha menegakkan tauhid tetapi tidak pernah berfikir mengembalikan kehilafahan. Apakah mereka mengira cukup hanya dengan hafalan kitab-kitab tauhid ? atau sudah mendapat gelar-gelar mentereng dari jurusan-jurusan tauhid ? Sama sekali tidak ! tauhid tidak tegak hanya dengan teori. Ia butuh tempat yang akan menumbuhkan dan menyuburkannya. Semoga kita diberi kekuatan Allah Ta'ala untuk mengembalikan kehilafahan yang telah hilang. Dan semoga ummat ini diberi kesabaran dalam menempuhnya walaupun berat dan panjang jalan yang harus dilaluinya. wallahul musta’an. [ Anwar & Amru]. Read More..

ABU UMAR AS SAIF

Nama lengkapnya Muhammad bin Abdul1ah bin Saif At-Tamimi. dibesarkan di propinsi Al-Qashirn Kerajaan Saudi Arabia. Sebelumnya pernah menimba ilmu dan para ularna kaliber di Saudi Arabia, semisal “ Saikh Muhammad Shalih A1-’Utsaimin. Sebelum masuk dalam kancah jihad di Chechnya, kehidupan jihadnya rnulai di Afghanistan, dengan mengikuti pelatihan militer di sana. kemudian beliau pindah ke Chechnya pada tahun 1417 H bertempat di kamp militer Panglima Khatthab rahirnahullâh, dan berjihad di bawah komando Panglima Khatthab rahimahullâh pada permulaan terjadinya perang melawan Rusia.

Sejarah jihadnya
Setelah hengkangnya pasukan Rusia pada perang pertama dari bumi Chechnya dan dibarengi berdirinya Negara Chechnya, para petinggi Chechnya berkeinginan kuat untuk menerapkan syariat Islam. Lalu diangkatlah Syaikh Abu Umar As-Saif untuk mengawasi dan membimbing perja1anan dan pembelajaran calon hakim agama. Maka dan itu didirikanlah Sekolah Tinggi Hukum Agama Islam, dan kedua Sekolah tinggi Penegak Syariat di kota Guderrnes, di kemudian harinya meluluskan beberapa hakim dan pelajar terbaik.
kernudian pada tahun 1420 H, pasukan Rusia kembali melakukan agresi ke Chechnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Syaikh Abu Umar As-Saif untuk rnenghunuskan senjatanya dan bergabung ke dalam barisan mujahidin. Beliau tidak hanya menjadi penasehat dan penggerak semangat jihad para mujahid, bahkan nasehat dan dorongan yang disampaikannya itu ikut mendarah daging dalam tubuhnya untuk terjun langsung ke kancah jihad bersama mujahidin lainnya.
Tidak sekali beliau terluka dalam peperangan melawan Rusia, bahkan tidak terhitung luka yang dialaminya ketika terjadi konfrontasi bersama pasukan Rusia. Bahkan tidak sedikit adanya usaha dan pihak Rusia untuk bisa membunuh beliau secara tiba-tiba selama perjalanan jihad beliau di Chechnya.
Tapi kesibukan beliau di kancah perang dalam memanggul senjata tidak menjadikannya lalai untuk menyebarkan ilmu syar’i di tengah-tengah masyarakat bahkan sampai pada kondisi sesulit dan separah apapun yang dihadapinya. Hal mi dibuktikan dengan keberhasilan beliau dalam mendirikan Ma’had Imam Syafi’i, dan kedua Ma’had Al-Hisbah, itu diluar kesibukan beliau dalam mengadakan dan mengisi diklat-diklat ilmu syar’i di berbagai daerah di Chechnya, untuk kalangan laki-laki dan perempuan. Hal ini memberikan dampak positif dalam membentuk daya paham masyarakat awam Islam yang ada di Chechnya—khususnya bagi para mujahidin—terhadap perkara-perkara dienul Islam, yang juga menjadi target Rusia dengan pelbagai cara dan metode yang sangat mengerikan untuk menjauhkan masyarakat awam Islam di Chechnya dan ajaran-ajaran Islam.
Bagi Syaikh Abu Umar As-Saif rahimahullâh tidak cukup kalau hanya berkecimpung dalam jihad menggunakan lisan, pena dan senjatanya saja. Lebih dari itu beliau juga berjihad dengan harta. ini terbukti dengan adanya usaha beliau dalam mendirikan Yayasan Al Huda yang mengampu peranan sangat besar dalam menampung dan membiayai keluarga mujahidin. Entah yang ditinggal mati syahid ataupun ditawan oleh pihak Rusia, atau rakyat yang sangat memerlukan bantuan, dan bahkan merogoh koceknya sendiri untuk beliau infakkan, Ketika ada salah seorang mujahidin yang tertawan pihak Rusia, beliau sendiri yang menebusnya dalam jumlah 10.000 US Dollar.
Selain itu semua, beliau juga masuk dalam jajaran atas para pendiri Majelis Syura Militer Mujahidin Chechnya.

Syahidnya beliau
Perhatian beliau terhadap mujahidin, tidak hanya terbatas pada rnasalah-masalah mujahidin yang ada di Chechnya saja, tapi diberikannya ke setiap ternpat bumi jihad, seperti di Irak. Beliau pernah berjihad langsung di sana, dan begitu juga di tanah jazirah Arab yang pernah mendapatkan siraman rohani yang sangat baik dan arahan-arahan dan nasehat-nasehat beliau,
Beliau menjurnpai syahidnya pada bulan Syawal 1426 hijriyah bersama isterinya, setelah kontak senjata dengan tentara Rusia, dalam kondisi maju pantang mundur sedikitpun.
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada seorang ‘alim yang satu ini yang telah membuktikan ilmunya dalam amalnya keseharian.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنْ خَيْرِ مَعَاشِ النَّاسِ لَهُمْ رَجُلٌ مُمْسِكٌ عِنَانَ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَطِيرُ عَلَى مَتْنِهِ كُلَّمَا سَمِعَ هَيْعَةً أَوْ فَزْعَةً طَارَ عَلَيْهِ يَبْتَغِي الْقَتْلَ وَالْمَوْتَ مَظَانَّهُ
“Di antara penghidupan yang paling baik dimiliki manusia, laki-laki yang menarik kekang kudanya dalam kancah jihad, bagaikan terbang di atas punggungnya, setiap ia mendengar hiruk pikuk dan suara minta tolong, ia pacu kudanya agar ia dibunuh dan mencari mati sesuai sangkaannya.” (HR. Muslim). [infojihad.com dengan perubahan] Read More..