Kamis, 30 Juli 2009

TASYABBUH AWAL DARI SEGALA BENCANA


kaum muslimin sekarang ini telah mengikuti jejak langkah orang-orang kafir dalam segala jenis perkara,

tidak saja mengikuti dalam satu segi dari perkara-perkara ibadah, adat-istiadat, atau yang lainnya, tetapi mengikutinya secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aqidah, syari’at, akhlak, pola tingkah laku, pola berpikir, metoda pendidikan, ekonomi, maupun politik. Contoh: seperti turut memperlakukan sistem perundang-undangan buatan manusia (hukum positif) dan meninggalkan dienullah (hukum Islam).


Akibatnya, kaum muslimin baik secara berkelompok maupun dalam lingkup negara beserta organisasi atau negara-negara kafir, turut mendukung diberlakukannya hukum positif tersebut. Hingga, porak-porandalah kaum muslimin dan kemudian mereka menanggalkan dien Islam dalam banyak masalah. Sebagian kecil di antaranya, dalam aspek akhlak, tingkah laku dan petunjuk lahiriah lainnya. Bahkan, ada beberapa negeri muslim yang katanya berpegang kepada As-Sunnah ternyata terjadi sya’adzah (penyelewengan dan perbuatan-perbuatan tercela) dengan mencontoh pada akhlak dan budi pekerti orang-orang kafir.

Tetapi, di sisi lain sebagian umatnya justru telah terjerumus ke dalam jurang tasyabbuh, walaupun berbeda tingkat dan derajat tasyabbuhnya, sesuai dengan kadar kerusakan yang terjadi pada umat dari zaman ke zaman. Oleh karena itu tidaklah salah kalau kita katakan bahwa kadar tasyabbuh yang menimpa umat Islam di zaman kini telah mencapai tingkat yang paling kronis dibanding keadaan yang telah menimpa pada umat-umat terdahulu.

Penjagaan terhadap Islam dan ummatnya.
Kalau kita kembali pada generasi awal ummat ini, kita akan mendapatkan sebuah kenikmatan hidup yang mereka rasakan pada waktu itu, yaitu sebuah kondisi yang mengajak kepada iman dan petunjuk ke jalan yang lurus.

Andaikan kita mengenang perjanjian sahabat Umar bin Khottob z kepada ahlu al dzimah pada masa itu, kita akan mendapatkan sebuah contoh yang sangat baik bagaimana kaum muslimin bermuamalah dengan orang-orang kafir. Dan kita juga akan mendapatkan bagaimana Umar z memisahkan antara kaum muslimin dengan ahlu al dzimmah dengan ciri-ciri khusus yang dimiliki mereka dengan tujuan menjaga syahsyiyah islamiyah dan lingkungan yang islami serta al aqidah islamiyah.

Silahkan simak perjanjian antara Umar z dengan ahlul dzimmah :
Diriwayatkan dari Sufyan at Tsauri dari Masyruq dari Abdurrahman bin ghonim berkata : Umar Ibnu al Khottob ketika membuat perjanjian dengan orang-orang Nashoro di Syam, beliau meberikan syarat antara lain : Tidakboleh membangun rumah atau gereja, tidak juga menara, …. Tidak boleh memperbaiki apa yang telah rusak, tidak boleh meninggikan rumah mereka melebihi kaum muslimin, tidaklah memata-matai, tidak boleh menipu umat islam, …………tidakboleh meniru pakaian kaum muslimin, harus memakai pakaian khusus mereka dimanapun berada, ………. ( Ahkamu Ahludz Dzimmah, Ibnu Qoyyim juz 2 halaman 668 dengan beberapa potongan).

SubhanaAllah, itulah penjagaan sebuah daulah Islamiyah terhadap aqidah islam. Akan tetapi sekarang wahai akhi ! apakah umat islam mampu untuk memberikan seperti pada masa Umar z ? atau mungkin sebaliknya, banyak diantara umat islam hari ini berpegang teguh terhadap kebiasaan-kebiasaan orang-orang kafir ? mereka senang hidup dibawah hukum-hukum orang-kafir, beribadah dengan kebiasaan mereka, dan bahkan beraqidah dengan beberapa aqidah mereka yang batil, sedangkan mereka merasa menjadi mukmin yang sempurna.

Dimanakah kemuliaan, kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki umat islam pada masa itu?. Sekarang lihatlah wahai ihwan. Apakah umat islam hari ini menjadi muslim dzimmi ? Hidup dibawah ketiak orang-orang kafir dan mengekor pada mereka?
Maka saya katakan, bahwa muslim hari ini dalam kondisi yang lebih parah dibandingkan pada masa dahulu. Jika umat islam pada masa dahulu sedikit dan lemah akan tetapi masih memiliki pakain dan tempat husus. Sedangkan hari ini, mereka banyak yang mengekor pada barat, dan merasa terheran-heran dengan kemajuan orang-orang kafir, serta menganggap remeh dan hina atas apa-apa yang dibawa oleh para salaf.


Larangan bertasyabbuh terhadap hal yang bersifat umum
Pertama: Masalah Aqidah. Perkara ini adalah perkara yang paling besar dalam tasyabbuh. Bertasyabbuh dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan orang-orang shalih, sharf yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah. Kemudian seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah terhadap salah satu ciptaan-Nya. Demikian juga At-Tafarruq (berpecah-pecah) dalam agama (dien), berhukum atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak diturunkan Allah. Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk kekufuran dan kemusyrikan sebab semua itu merupakan masalah aqidah.

Kedua: Yang Berhubungan dengan Hari Besar atau Perayaan-perayaan . Hari-hari besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam perkara ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adatistiadat. Kecuali yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak, dan mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada unsur tasyabbuh di dalamnya.

Ketiga: Masalah Ibadah. Khusus bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari raya saja. Adapaun hari-hari besar lainnya, seperti Maulid Nabi, hari-hari besar, hari-hari besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam setahun, satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang selalu diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang dimaksud dalam nash-nash.

Seperti yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi secara terperinci melarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Di antaranya, seperti mengakhirkan shalat maghrib, meninggalkan makan sahur, mengakhirkan berbuka puasa, dan sebagainya yang insyaallah akan kami perinci nanti.
Keempat: Masalah Tradisi, Akhlak, Tingkah Laku. Seperti pakaian, misalnya. Ini dinamakan sebagai petunjuk lahiriah, dan petunjuk lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak. Telah dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh dalam beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagiansebagian; Seperti larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari emas, memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj (menampakkan perhiasan tubuh pada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath (bergaul campur antar lawan jenis yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi kafir lainnya. (Dr.Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql, Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum)

Ketika tasabuh diperbolehkan
Akan tetapi ada kondisi-kondisi yang memperbolehkan untuk menyerupai orang kafir dalam hal yang nampak seperti pakaian, tingkah laku atau hal-hal lain yang masuk ke nomor empat. Semuanya ini terjadi ketika belum nampak dan terlihatnya kekuatan din Islam ini. Ibnu Taimiyyah v menjelaskan dengan perkataan beliau : Sesungguhnya menyelisihi mereka (orang kafir) tidak akan sempurna kecuali setelah nampaknya diin ini dan tingginya din ini seperti ketika tegaknya jihad, dan mewajibkan orang-orang kafir untuk membayar jizyah dalam kehinaan. Maka ketika umat Islam masih dalam keadaan lemah, maka belum disyari’atkan menyelisihi mereka. Akan tetapi ketika sempurna, nampak dan tinggi din ini, maka disyari’atkan hal tersebut.

Seperti pada hari ini ( masa Ibnu taimiyah), seandainya seorang muslim berada di darul harbi, ataupun darul kufri yang bukan harbi, maka tidaklah diperintahkan untuk menyelisihi mereka dalam petunjuk lahir jika itu mendatangkan bahaya. Bahkan sunnah atau mungkin wajib atasnya untuk mengikuti mereka dalam petunjuk dhohir jika itu mendatangkan kebaikan pada agama dan dakwahnya. …….. sedangkan di darul Islam atau darul hijroh, yang Allah k memuliakan din-Nya dan Allah jadikan hina orang-orang kafir dengan jizyah, maka disyari’atkan untuk menyelisihi mereka. Dan jika keadaan ini terjadi pada zaman yang lain maka hukum ini berlaku. (Iqthidhou Shirotul Mustaqim 176-177)

Maka ada sebuah qo’idah yang sudah disepakati para ulama’ diantaranya : lebih mengutamakan yang lebih bermaslahah diantara dua maslahah, walaupun harus luput maslahah tersebut. Dan memilih salah satu yang lebih ringan mafsadatnya diantara dua hal yang menimbulkan mafsadat ( Badai’ul fawaid juz 2 halaman 262).

Akan tetapi, hendaknya seorang mu’min harus berhati-hati. Jangan sampai penjelasan ini dijadikan dalil untuk melaksanakan beberapa kebiasaan-kebiasaan yang menjadi ciri has orang-orang kafir . kita harus berusaha menyelisihi mereka pada hal-hal yang mencari ciri has mereka. Dan semoga Allah memberikan kembali kekuatan pada umat ini untuk bisa menjauhi sikap tasabbuh dengan orang-orang kafir dan mengembalikan kembali kehilafahan pada kita semua. (Amru)
Read More..

Rabu, 29 Juli 2009

Syara-syarat bekerja di dalam lembaga pemerintahan


Mungkin orang akan bertanya; Apakah dari permasalahan yang lalu berarti secara mutlaq tidak boleh bekerja
dalam tugas-tugas yang ada hubungannya denga lembaga dan sarana pemerintah sekuler pada masa sekarang ini…?

Dan untuk menjawab pertanyaan ini kami katakan;
Sesungguhnya pekerjaan dan tugas apasaja yang dilakukan oleh seorang muslim itu harus memenuhi beberapa syarta, secara umum sebagai berikut:


1- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengakibatkan kepada penyelisihan terhadap syari’at secara nyata. Seperti bekerja dalam lembaga pengadilan dan penasehat hukum. Karena hal itu adalah bersinggungan langsung dengan undang-undang positif dan pelaksanaan terhadap konsekuensi-konsekuensinya. Yang di dalam pandangan Islam dianggap thoghut yang harus dikufuri.. Sesungguhnya rizki yang halal itu tidak dicari kecuali dengan cara yang syar’ii dan halal. Di dalam hadits shohih disebutkan bahwasanya Nabi saw., bersabda:

إن الرزق ليطلب العبد أكثر مما يطلبه أجله
“Sesungguhnya rizqi itu lebih mengejar seseorang dari pada ajalnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni, Shohih Al-Jami’: 1630.
Maka tidak ada alasan untuk mencarinya dengan cara haram.

2- Hendaknya pekerjaan atau tugas tersebut tidak ada unsur memperkuat kebatilan dan ahlul bathil, dan tidak ada unsur yang menolong mereka dalam melakukan kemungkaran, dosa dan permusuhan. Hal ini berdasarkan larangan Alloh dalam firmanNya:
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS. 5:2)

3- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengandung unsur wala’ kepada thoghut, dan tidak pula ada unsur menolong kedzoliman dan kekafiran mereka…
Alloh berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا الكافرين أولياء مندون المؤمنين
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. (QS. 4:144)

Dan dalam hadits shohih Rosululloh mengatakan:
من أعان ظالماً بباطلٍ ليدحض بباطله حقاً، فقد برئ من ذمة الله  وذمة رسوله
“Barangsiapa yang membantu orang dzolim dengan kebatilan untuk menolak kebenaran, maka ia telah lepas dari tanggungan Alloh dan tanggungan rosulNya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Hakim, As-silsilan Ash-Shohihah: 1020.
Dan beliau bersabda:

اسمعوا، هل سمعتم أنه سيكون بعدي أمراء فمن دخل عليهم فصدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فليس مني ولست منه، وليس بوارد علي الحوض، ومن لم يدخل عليهم ولم يُعنهم على ظلمهم ولم يصدقهم بكذبهم فهو مني وأنا منه، وهو وارد علي الحوض
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa akan ada setelahku pemimpin-pemimpin, yang barang siapa masuk kepada mereka lalu membenarkan kedustaan mereka atau membantu kedzoliman mereka amak dia bikan dari golonganku dan aku bukan dari golongan dia dan dia tidak akan meminum dari Al-Haudl (telaga rosululloh pada hari kiyamat-pent.). Dan barangsiapa yang tidak me\asuk kepada mereka, tidak menolong kebatilannya dan tidak membenarkan kedustaan mereka maka dia golonganku dan aku adalah golongnnya dan dia akan meminum dari al-Haudl.” Shohih Sunan At-Tirmidzi: 1843.

Hendaknya takut kepada Alloh mereka yang menyiapkan dirinya untuk membantu para thoghut, membelnya dan bekerja pada mereka, seperti para pemfitna dan mata-mata yang memata-matai rahasia kaum muslimin untuk kepentingan mereka dan keamanan mereka.. Semua itu mereka lakukan hanya untuk mendapatkan beberapa keping uang.!

4- Hendaknya pekerjaan itu bukanlah yang telah dinyatakan haram oleh Alloh, sebagaimana sabda Rosululloh dalam sebuah hadits:
فلا يكونن عريفاً، ولا شرطياً، ولا جابياً، ولا خازناً
“Maka jangan sekali-kali menjadi ‘ariif (penanggung jawab, pemimpin) atau polisi atau pemungut pajak atau bendahara.”

Dan begitu juga menteri, atau penasehat atau mata-mata..
Dengan menjaga syarat-syarat tersebut, - dengan berkah dari Alloh – silahkan setiap orang Islam bekerja sebagai apa saja. Dan seorang muslim yang cerdas itu adalah yang bisa bekerja dengan pekerjaab yang membantu Islam dan muslimin. Dan hendaknya ia menjauhi pekerjaan pada celah-calahnya ada yang haram atau ada unsur menolong thoghut terhadap kedzolimannya. Endaknya
Dan dahulu para ulama’ salaf lari dari bekerja pada pemerintah yang dzolim supaya tidak menjadi penyebab yang memperkuata kedzoliman mereka kepada manusia. Maka menjauhi para thoghut kekafiran dan kemurtadan lebih utama lagi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Asy-Sya’bi main catur ketika diminta oleh Al-Hajjaj untuk menjabat sebagai hakim. Dia bermain catur tersebut untuk menjadikan dirinya fasiq sehingga tidak menjabat hakimnya Hajjaj. Dia berpendapat untuk melakukan perbuatan itu supaya menjauhkan dirinya dari menolong orang seperti Hajjaj dalam kedzolimannya terhadap kaum muslimin. Dan permasalahan itu menurutnya lebih terlarang, padahal tidak mungkin beralasan untuk menolaknya kecuali dengan perbuatan itu. Dan Sa’id bin Jubair diriwayatkan begitu juga. (Ini dikatakan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa: XXXII/238 dan 245.

Lalu dimanakah posisi orang-orang yang masuk ke dalam pintu-pintu thoghut – dengan alasan kemaslahatan dakwah – mereka mengarap-harap sedikit imbalan yang dilemparkan oleh para thoghut kepada mereka… Di manakah posisi mereka dari akhlaq para ulama’ salaf kita yang tinggi dan bersih dari pemerintahan yang dzolim?!

Muhammad Quthub mengatakan: “Pada dasarnya hendaknya sebisa mungkin kaum muslimin itu berada jauh dari tekanan pemerintah jahiliyah kepadanya. Akan tetapi ini tidak bisa dipenuhi di segala keadaan, karena banyak manusia yang mereka terpaksa oleh keadaan penghidupan, mereka terpaksa masuk kedalam tekanan ini untuk membiayai diri mereka dan anak-anak mereka..

Lalu pekerjaan apa yang masuk kedalam keterpaksaan ini yang mereka boleh bekerja padanya? Sebenarnya tidak ada batasan yang terperinci, akan tetapi kami katakan: secara umum mereka ayah-syah saja, sesungguhnya seyiap kali pekerjaan itu dekat dengan pemerintah, maka secara pasti posisi seorang muslim telah jau dari nya .. Akan tetpi dalam keadaan apapun seorang muslim hendaknya tidak menjadi menteri. Karena ketika itu dia berada dalam tekanan secara langsung dari pemerintah jahiliyah, ketika itu dia tidak bisa lepas. Lebih mudahnya lagi dia bersumpah dengan janji untuk memberikan wala’nya kepada pemerintah jahiliyah yang dia ingkari atau kepada thoghut yang menjalankan hukumnya dengan hukum selain hukum yang telah diturunkan Alloh.. Dan hendaknya dia tidak berada di tempat yang bermuamalah secara langsung dengan undang-undang yang menyelisihi hukum Alloh. Karena ketika itu dia tidak akan bisa selamat dari menyelisihi perintah Alloh.” (Waqi’una Al-Mu’ashir: 508-509)

Dan dalam masalah ini Sayyid Quthub mengatakan dalam bukunya yang agung yaitu buku Al-Ma’alim : “Akan tetapi Islam itu – sebagaimana yang kami katakan - tidak akan mungkin hanya sebagai pemikiran saja. Yang dianut oleh orang secara keyakinan dan disibukkan dengan ibadah, lalu ia menjadi enggota dalam sebuah pergerakan masyarakat jahiliyah yang tegak secara nyata. Sesungguhnya keberadaannya seperti itu – meskipun banyak jumlahnya – tidak akan mungkin akan menghasilkan eksistensi Islam secara nyata. Karena orang yang menganut Islam secara pemikiran yang masuk kedalam susunan anggota masyarakat jahiliyah ini akan terus tertekan untuk melakukan tuntutan-tuntutan keanggotaan masyarakat tersebut.

Mereka akan bergerak – baik secara suka rela atau terpaksa dengan sadar atau tidak sadar – untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat ini. Mereka akan akan mempertahankan eksistensinya dan mereka akan mengusir unsur-unsur yang mengancam eksistensinya, karena dia adalah bagian yang melaksanakan tugas-tugas dengan semua anggotanya sama saja apakah mereka menghendakinya atau tidak.. Artinya orang-orang yang beragama Islam secara pemikiran saja itu kenyataannya akan terus memperkuat masyarakat jahiliyah yang secara teori mereka berusaha untuk menghilangkannya. Dan mereka akan tetap menjadi kelompok-kelompok yang hidup dalam masyarakat tersebut dan membantunya dengan sarana-sarana yang dapat mempertahankan keberadaanya. Dan mereka akan memberikan kepada masyarakat tersebut peran dan keahlian mereka supaya masyarakat itu hidup dan kuat. Ini semua sebagai pengganti gerakan mereka yang menyerahkan kepada masyarakat jahiliyah tersebut untuk menegakkan masyarakat Islami,” Habis.

Diterjemahkan oleh Abu Musa Ath Thoyyaar dari buku HUKMUL ISLAM FID DIIMUQROOTHIYYAH, ‘Abdul Mun’im Mushthofa Haliimah Abu Bashiir.
Read More..

Jumat, 24 Juli 2009

BERHATI-HATILAH DENGAN DUNIA

أَنَا إِنْ عِشْتُ لَسْتُ أَعْدِمُ قُوْتًا
وَ إِذَا مِتُّ لَسْتُ أُحْرَمُ قَبْرًا
هِمَّتِى هِمَّةُ اْلمُلُوْكِ
وَنَفْسِي نَفْسُ حُرٌّ
تَرَ اْلمَذَلَّةَ كُفْرًا

Aku, jika aku masih hidup aku pasti akan bisa makan
Jika aku mati, pasti kebagian tempat kuburan
Semangatku semangat para raja
Jiwaku jiwa merdeka
Memandang kehinaan sebagai kekafiran


Duhai!, merdeka pribadi Imam Asy-Syafi’i. Dunia ini tidak sesempit orang memandang. Jiwanya merdeka. Tak ada ketergantungan kecuali kepada Sang Pencipta. Tak ada yang mampu menghinakan, karena dalam pandangannya rela dalam kehinaan adalah kekafiran dan kedurhakaan kepada Rabb-nya.

Cita-citanya tinggi. Semangatnya menjulang ke angkasa. Keinginan untuk hidup dalam kemuliaan dan mati dalam keridhaan.
Akhiy muslim,.. waspadalah dengan dunia. Dunia yang melalaikan dari tanggung jawab menegakkan risalah Allah. Semakin besar kecintaan kalian kepada dunia, semakin besar pula benci kalian kepada kesulitan [sekalipun kesulitan itu karena komitment kepada al-haqq] makin besar pula takut kalian akan kematian.

‘Abdullah bin Mas’ud radliyalLaahu ‘anhu mengatakan, “Bagi semua orang dunia adalah tamu, dan harta adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti dikembalikan”.

Yahya bin Mua’dz menyatakan, “Dunia itu arak setan. Barangsiapa mabuk karenanya, niscaya tidak akan sadar sampai ia berada di antara orang-orang yang sudah mati, menyesal bersama orang-orang yang merugi”.

Abu Barah al-Aslami berkata, “Barangsiapa yang menghabiskan hari-harinya dalam ketaatan kepada Allah, niscaya ia akan beruntung. Tidaklah kehidupan dunia ini kecuali kesenangan yang memperdayakan. Sebaliknya barangsiapa yang menghabiskan hari-harinya bermaksiat kepada Allah, maka ia akan menyesal pada hari yang tidak bermanfaat lagi penyesalannya”.

Para ulama menyatakan, “Jika hati telah dipenuhi kecintaan terhadap surga, maka kecillah nilai dunia dalam pandangannya”. Konsekuensinya, ia akan tabah menghadapi cobaan dan musibah dan ia tidak akan bersedih. Jika dunia terbuka untuknya, maka ia tidak terlalu bergembira, biasa saja. Sebaliknya orang yang telah dipenuhi cintanya dengan dunia, maka musibah apapun yang menimpanya menjadi musibah yang amat dahsyat. Jika hartanya hilang, ia mengganngap musibah yang besar. Ia letih dengan dunia, padahal tidak mendatangkan rezeki, kecuali yang telah di tulis Allah untuknya.
Karena itu cinta dunia menjadi pangkal kerusakan.

Pertama, karena seseorang yang mencitai dunia pasti ia akan mengagungkan, padahal Allah menganggap dunia ini remeh. Lalu bagaimana mungkin seseorang mengagungkan sesuatu, padahal di sisi Allah hal tersebut remeh?

Kedua, Allah telah melaknat, memurkai dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Bagaimana mungkin seorang hamba mencintai sesuatu yang telah dilaknat Allah dan dibenci-Nya?

Ketiga, orang yang cinta dunia menjadikan dunia adalah akhir dari segala kehidupan. Iapun akan mendapatkan dengan segala cara. Padahal, dunia adalah wasilah [sarana] untuk menunju kampung akherat. Duhai, betapa ruginya orang yang telah menjadikan dunia sebagai terminal akhir kehidupan. Allahpun menyatakan,

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan. [Hud: 15 – 16].
Keempat, mencintai dunia akan menghalangi orang dari aktivitas yang bermanfaat untuk kampung akherat, ia akan disibukkan oleh dunia, lalai kampung akherat. Matanya hanya tertuju kepada dunia. Pikirannya hanya selebar dunia. Hatinya dipenuhi dengan gejolak nafsu dan syahwat dunia. Tak seorangpun yang bisa memalingkannya kecuali kepada dunia. Dunia adalah perhiasannya panglima dalam hidupnya.

Kelima, Mencintai dunia menjadikan harapan terbesarnya hanya untuk dunia. Padahal Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengharapkan akherat, Allah akan menjadikan kekayaan di hatinya dan menghimpung seluruh urusannya untuknya, serta dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Adapun siapa yang mengharapkan dunia, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan mencerai-beraikan urusannya, serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang sudahditakdirkan baginya”.

Keenam, Orang yang mencintai dunia, adalah orang-orang yang akan mendapatkan adzab yang berat. Ia akan di siksa di tiga tempat, di dunia, di barzakh [alam kubur] dan di kampung akherat. Di dunia ia akan di siksa dengan kerja keras, keletihan, kepayahan dan persaingan. Di alam barzakh ia akan disiksa dengan terpisahkan dari dunia yang telah ia kumpulkan, dan kerugian atas apa yang telah ia kerjakan. Tak ada yang mendampingi kecuali penyesalan, kesedihan, kedukaan dan kerugian yang tak pernah ada hentinya. Di akherat ia akan di adzab karena kelalaiannya dalam menunaikan tugas dari Sang Pencipta.
Ketujuh, orang yang cinta dunia sehingga lebih mengutamakannya adalah orang-orang yang bodoh, dungu dan tidak berakal. Bagaimana mungkin ia mencintai sesuatu yang fana dengan kecintaan yang paling tinggi? Bagaimana ia mencintai sesuatu yang hakekatnya akan pergi ia tinggalkan? Bagaimana mungkin seseorang mencintai sesuatu yang hakekatnya melalaikan dan merugikannya?

Akhiy muslim, dunia ibarat seorang laki-laki yang tertidur. Ia bermimpi melihat sesuatu yang disukainya dan juga yang dibencinya, kemudian ia terbangun.
Akhiy muslim, dunia mirip dengan bayang-bayang. Dikejar untuk digapai, ternyata takkan pernah sampai. Dunia bak fatamorgana. Orang yang kehausan menyangkanya air, padahal jika ia mendekatinya, ia tak mendapatkan sesuatupun kecuali semakin kehausan.
Akhiy muslim, dunia mirip seorang perempuan renta. Ia ingin menikah dan berdandan. Dipakainya seluruh perhiasan. Ditutupinya segala kekurangan. Orang yang memandang serasa senang padahal ia tertipu. Jika ia menikahinya, niscaya maharnya adalah menceraikan akherat. Camkan wahai akhiy muslim!!!

Duhai, para penyeru dunia, kehinaan yang akan kalian dapatkan. Penyesalan yang akan kalian ratapi. Tangis yang tak pernah henti. Adzab pasti menghampiri. Kelak, tak akan pernah ada senyum menghampiri. Tak pernah ada tawa menyapa. Yang ada hanya sesal, sesal dan sesal, “Alangkah baiknya jika aku dulu hanyalah tanah yang terhampar”. [Kh.]
Read More..

Senin, 20 Juli 2009

AL-HIJAB


Oleh Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah

Alhamdulillah, Shalawat dan Salam atas Rasulullah Shallallaahu `Alaihi Wasallam,

‘amma ba’du: Risalah ringkas ini ditujukan kepada Ukhti Muslimah, berkenaan dengan masalah Hijab dan masalah membiarkan wajah tanpa hijab. Tidak tersembunyi bagi siapapun bahwa di banyak negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, masih banyak kalangan wanita yang bertabarruj (berhias di luar kemestian), dan tiadanya komitmen mereka terhadap hijab. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan satu kemunkaran yang besar, yang merupakan sumber datangnya malapetaka dan bencana.


Dalam risalah ringkas ini, terdapat penjelasan mengenai wajibnya hijab, keutamaan dan syarat-syaratnya. Di dalamnya pula terhadap peringatan bagi orang-orang yang bertabarruj dan hukumannya, kita memohon kesejahteraan kepada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi saudari-saudari kita kaum Muslimah, sesungguhnya Dia Maha berkuasa dan Maha menentukan. * Hijab adalah Ibadah, bukan adat 'Saudari muslimah: sesungguhnya para penyeru kepada kesesatan dan berbuat kerusakan senantiasa berusaha secara terus terusan untuk mengoyak kewajiban hijab dan menyangka bahwa Hijab ialah penyebab keterbelakangan wanita, hijab pula membatasi dan memperkosa kebebasan wanita. Lalu para penyeru itu memotivasi kaum Muslimah untuk menanggalkan hijab mereka, untuk kemudian bertabarruj dan memamerkan wajah, mereka berusaha untuk meniadakan syariat hijab, mereka menyebut usaha ini sebagai pembebasan dan kemajuan bagi wanita. Mereka pada hakikatnya tidak menghendaki kebaikan terhadap diri wanita Muslimah sebagaimana yang mereka nyatakan. Dengan klaim seperti itu, sebenarnya mereka tidak menghendaki selain kehancuran harga diri dan kehidupan wanita. Maka berwaspadalah wahai saudari Muslimah. Jadilah kalian sebagai orang-orang yang mulia dengan dien (agama) kalian, dengan tetap teguh mengenakan hijab-hijab kalian. Kuatkanlah keyakinan kalian bahwa Hijab adalah merupakan syariat Islam. Dan diatas itu semua, bahwa mengenakan hijab adalah merupakan Ibadah kepada Allah, dalam menta'ati Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu 'Alaihi Wa-Sallam. Hijab bukanlah merupakan adat kebiasaan, ketika suka dikenakan, ketika tidak suka ditanggalkan. Hijab adalah harga diri dan kemuliaan. 'Saudari Muslimah, sesungguhnya Allah Ta'ala, ketika memerintah kalian mengenakan hijab, tidak lain sesungguhnya Allah berkehendak untuk menjaga kesucian kalian. Menjaga tubuh kalian dan seluruh anggota badan kalian, agar tidak ada orang yang menyakiti kalian dengan perbuatan yang tak senonoh dan ucapan-ucapan murahan.

Dengan hijab pula Allah hendak meninggikan kalian. Maka hijab adalah kehormatan dan kemuliaan bagi kalian, bukan merupakan pengungkungan terhadap kalian. Ini merupakan sesuatu yang indah dan kesempurnaan bagi kalian. Dan ianya merupakan bukti yang nyata akan iman kalian, sekaligus menjadi ukuran sejauh mana adab dan akhlak kalian. Dan ini pula merupakan pembeda antara kalian dengan orang-orang yang telah hilang harga diri dan kehormatannya. 'Maka janganlah sekali-kali kalian menyepelekan masalah ini apalagi mengingkari kewajiban berhijab. Karena sesungguhnya -demi Allah- tidaklah seorang wanita menganggap sepele masalah hijab atau mengingkarinya, kecuali pastilah ia terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Dan tidaklah seorang muslimah menjaga hijabnya kecuali bertambahlah keridhaan dan kedekatan Allah kepadanya, bertambah pulalah kehormatannya.

Syarat-syarat Hijab Syar'I 'Sesungguhnya Hijab syar'I bagi wanita Muslimah wajib tebal dan tidak nipis, tidak boleh hijab itu bercorak warna-warni yang mencolok mata. Hijab pula tidak boleh sempit (ketat). Tidak boleh pula berhijab disertai parfum dan menawan, karena Nabi Shallallaahu 'alaihi wa-sallam mengharamkan wanita yang mengenakan parfum dan keluar menuju satu tempat yang didalamnya terdapat ajnabi (lelaki yang bukan mahram). Baginda Rasulullah ShallaLlaahu 'Alaihi Wa-Sallam bersabda: "Siapa dari kalangan wanita yang mengenakan wewangian lantas ia melalui suatu kaum sehingga kaum itu mencium wanginya, maka si wanita itu adalah (dianggap) penzina". Hijab Muslimah tidak boleh pula menyerupai pakaian lelaki. Diwajibkan pula hijab ini menutupi seluruh anggota badan, termasuk wajah, dimana sesetengah wanita menganggapnya sebagai perkara sepele, sehingga membiarkan wajahnya terbuka, dengan alasan bahwa wajah bukanlah aurat. Sungguh ini satu hal yang aneh, bagaimana mungkin wajah tidak dianggap sebagai aurat, padahal wajahlah sumber fitnah terbesar dalam diri wanita, pada wajahlah terdapat kecantikan dan terhimpun keindahannya, kalaulah lelaki tidak terfitnah oleh kecantikan wajah wanita, lalu dengan apa dia terfitnah?!! 'Sungguh terdapat banyak nash (dalil) dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menunjukkan kewajiban wanita untuk menutupi seluruh anggota badannya, karena wanita itu, seluruh tubuhnya adalah aurat, tidak dibenarkan lelaki yang bukan mahram melihat sesuatu apapun dari dirinya. Diantara dalilnya ialah: "Hendaklah mereka (wanita) menghulurkan khimar (kain labuh) ke atas leher-leher mereka" (An-Nuur:31).
Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah s.a.w bersabda: "Ketika ayat ini turun, wanita-wanita Anshar menjadikan kain-kain tirai (gordin) mereka dan memotong-motongnya menjadi khimar (penutup tubuh)" yaitu : “menutupi wajah-wajah mereka" Dalam hadits lain, yang telah disepakati kesahihannya, berkenaan dengan kisah Aisyah Radhiyallaahu `Anha, dalam satu peristiwa yang terkenal dengan sebutan "Hadiitsul Ifki" (Gosip dusta), ketika beliau tertidur di tempatnya, kemudian datanglah Shafwan Ibnul Mu'thal kepadanya dan beliau ummul mu'minin berkata: "Lalu aku berkhimar" (dalam lain riwayat disebutkan : aku menutupi wajahku dengan jilbabku). Ini semua menunjukkan wajibnya menutup wajah"

'Oleh sebab itu, menjadi kewajiban bagi seluruh wanita Muslimah, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, terhadap dirinya. Dan hendaklah ia tetap iltizam dengan hijabnya dengan keiltizaman (komitmen) yang optimal. Jangan menyepelekan satu hal pun dari masalah ini, misalnya membiarkan telapak tangan dan tangannya terbuka, atau mengenakan kain yang dari celah-celahnya terlihat sebagian besar wajahnya, atau pula menutupi seluruh wajahnya tetapi dengan kain tipis, sehingga nampaklah apa yang dibalik penutup wajahnya itu, kemudian ia menyangka bahwa dirinya telah berhijab dengan sempurna. Lalu dia menyangka bahwa bagian dari anggota badannya tidak berpengaruh apa-apa dan tidak menimbulkan fitnah, atau dia menganggap bahwa hal itu bukanlah merupakan tabarruj yang tercela. Maka merupakan kewajiban baginya untuk berusaha keras menjauhi perkara-perkara yang mempengaruhi komitmennya terhadap hijab, atau perkara-perkara lain yang merusakkan sifat malunya. Demi menghindari keburukan orang-orang fasiq sebagaimana kebiasaan mereka terhadap wanita yang secara fisik tidak menampakkan kemuliaan akhlak mereka. Agar dirinya tidak terperangkap ke dalam kemurkaan Allah dan siksa-Nya, sebagai terdapat keterangan mengenai hal tersebut, yang datang daripada Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa-Sallam, baginda bersabda: "Dua golongan dari ahli neraka yang aku tidak peduli kepada keduanya" disebutkan diantaranya : " Dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang melenceng meninggalkan kebenaran, kepalanya seperti punuk unta, dia telah tersesat, dan tidak akan memasuki jannah dan tidak akan mencium bau jannah (syurga), padahal wanginya jannah ini tercium dari perjalanan sejauh sekian dan sekian " (HR.Muslim).
'Para ahli ilmu berkata: Maksud dari kalimat: "Berpakaian tapi telanjang" ialah bahwa mereka mengenakan pakaian akan tetapi pakaian itu sempit(ketat) atau tidak menutupi seluruh bagian tubuhnya”.

'Syaikh Shalih Utsaimin ditanya tentang sifat Hijab Syar`I, maka ia menjawab: Pendapat yang paling rajih (benar) ialah bahwa hendaklah wanita menghijabi seluruh bagian yang dapat menimbulkan fitnah terhadap kaum lelaki, diantara sumber paling besar fitnah dalam diri wanita adalah wajah, maka wajib baginya untuk menutup wajahnya dari seluruh ajnabi (lelaki asing, bukan mahram), adapun terhadap orang-orang yang masih ada hubungan mahram maka tidak mengapa ia menampakkan wajahnya. 'Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa Hijab Syar`ie adalah dengan menutupi rambutnya dan membiarkan wajahnya terbuka…maka ini merupakan pendapat yang sangat aneh!! Manakah penyebab fitnah yang paling besar, rambut ataukah wajah?! Dan manakah bagi orang yang menghendaki wanita, apakah mereka menanyakan wajah wanita ataukah rambutnya? 'Dua pertanyaan diatas tidak mungkin dijawab kecuali dengan : "Sesungguhnya sumber fitnah paling besar adalah terdapat pada wajah" Dan hal ini tidak diragukan lagi. Lelaki akan tertarik kepada wanita jika wajahnya cantik walaupun rambutnya dibawah kecantikan wajahnya. Dan, sebaliknya lelaki tidak akan tertarik kepada wanita yang berwajah buruk sekalipun rambutnya indah menawan. Maka pada hakikatnya hijab syar`I adalah yang menghijabi wanita sehingga tidak menimbulkan fitnah atau dengannya ia terfitnah, dan tidak diragukan lagi bahwa wajah lah sumber utama fitnah itu.

Tabarruj dan membiarkan wajah terbuka menyeru kepada Dosa dan kerusakan 'Sesungguhnya seorang wanita itu, jika ia bertabarruj dan membiarkan wajahnya terbuka di hadapan kaum lelaki, pada hakikatnya ia telah jatuh harga dirinya, amat sedikit rasa malunya, di mata manusia harga dirinya sebenarnya telah jatuh. Ini menunjukkan kebodohannya dan kelemahan imannya, juga kurang kepribadiannya. Semua ini adalah awal kejatuhan harga dirinya. Bahkan akan tiba saatnya hal tersebut menjadikan harga dirinya lebih rendah daripada keharusannya sebagai insan, dimana -jika dia normal- manusia ini telah dimuliakan oleh Allah, Allah telah melindunginya dan membentenginya, namun akhirnya akan terjatuh dan hina dengan sebab-sebab diatas. Apalagi, sebenarnya Tabarruj dan sufur (membiarkan wajah bebas terbuka), sebenarnya tidak menuju kepada kebebasan dan kemajuan, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang-orang yang mengklaim sebagai beragama Islam, dan orang-orang yang telah sesat diri mereka. Perbuatan tabarruj dan sufur ini sama sekali bertentangan dengan Akhlaq dan Adab Islam. Tidak akan ada wanita yang sanggup melakukannya kecuali wanita-wanita yang masih jahil tentang hal ini, yang telah hilang rasa malu dan akhlaqnya. Karena sesungguhnya amat tidak terbayangkan jika ada seorang wanita yang terhormat dan memiliki harga diri membiarkan dirinya dan sumber-sumber fitnah yang ada pada dirinya diumbar kepada kehinaan dan kerendahan, kepada kaum lelaki di pasar-pasar dan di tempat-tempat lainnya, tanpa memiliki rasa malu dalam dirinya. 'Barangkali sebagian wanita meyakini bahwasanya jika ia keluar rumah dalam keadaan tabarruj (berhias) dan wajahnya bebas terbuka tanpa hijab juga tempat-tempat yang mendatangkan fitnah dari dari dirinya terhadap orang-orang lain, hal itu akan menyebabkan dirinya dikagumi dan dihormati manusia. Sesungguhnya ini adalah prasangka yang salah sama sekali, karena sesungguhnya manusia tidak mungkin selamanya menghormati orang-orang yang berbuat seperti itu, bahkan sebenarnya mereka mencelanya dan memandang diri wanita itu dengan pandangan hina dan rendah. Dan wanita itu, dalam pandangan manusia dianggap sebagai wanita yang tidak punya harga diri dan akhlaq, lalu bagaimana mungkin seorang wanita yang berakal menghendaki hal ini terjadi pada dirinya? Apa yang memanggilnya kepada kehinaan dan menjatuhkan dirinya dalam keadaan seperti itu? Kemana akal dan rasa malunya hilang? 'Maka, wahai orang-orang yang memuliakan syetan dengan perbuatan Tabarruj dan Sufuur (membiarkan wajah terbuka tanpa hijab):

Takutlah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kalian kepada Allah daripada perbuatan yang buruk tersebut, kenalilah apa bagianmu kelak, ingatlah tempat kembalimu kelak, ingatlah kedudukan kalian kelak di alam kubur, yang gelak dan mengerikan. Dan ingatlah keberadaan kalian di hadapan Allah kelak. Dan ingatlah dahsyatnya hari kiamat. Ingatlah hari perhitungan dan ditimbangnya amal. Ingatlah akan neraka jahannam dan apa-apa yang Allah sediakan di dalamnya, yaitu adab yang pedih bagi mereka yang berpaling dan menyalahi perintah-perintah Allah Subhaanahu Wa-Ta`ala. Ingatlah akan semua itu, sebelum kalian berbuat tabarruj dan sufuur. Dan demi Allah, sesungguhnya kalian adalah makhluk yang amat lemah dalam memikul siksa Allah kelak, atau menghadapi dahsyatnya hari kiamat yang akan kalian hadapi kelak, maka kasihanilah dirimu, jangan biarkan terjerumus dalam keadaan seperti itu, bersegeralah untuk bertaubat Nasuha (sebenar-benar Taubat) sebelum pintu taubat tertutup, sebelum tanah menimbun jasadmu, maka sesalilah hal itu dengan sebenar-benar penyesalan.

Kepada para Lelaki 'Sesungguhnya tidaklah wanita rusak, dan sampai kepada tingkat kerusakan seperti ini, yaitu Tabarruj dan Sufuur, dan memandang remeh urusan dien (agama) dan hijabnya kecuali karena sebagian lelaki memandang remeh terhadap urusan wanita mereka, dan bermasa bodoh terhadap dien mereka, dan hilangnya sifat mereka sebagai lelaki, hilang sifat cemburu dari diri mereka, bahkan tidak merasa hina dengan adanya perbuatan tabarruj dan sufur yang dilakukan oleh wanita-wanita mereka. 'Aduhai, betapa hinanya, kalian lihat sebagian lelaki telah hilang sifat mereka sebagai lelaki, sehingga mereka pada akhirnya menjadi lelaki yang tambun (pemalas) bukan lelaki yang satria [maksudnya para lelaki tidak mau lagi menasehati wanita yang tabaruj dan sufur-ed].

Kemudian celakalah mereka yang tidak mengerti kehormatan diri-diri mereka, dan tidak menjaga orang-orang yang berada dalam tanggung jawab mereka, yang tidak melaksanakan dengan baik apa yang Allah telah perintahkan dalam menjaga kaum wanita, sedangkan Rasulullah Shalallaahu Alayhi Wa Sallam telah memberikan peringatan tentang hal ini, beliau bersabda: Tidaklah seorang penanggung jawab yang Allah berinya tanggung jawab untuk mengurusi tanggungannya, kemudian orang yang menjadi tanggungannya itu meninggal, dalam keadaan si penanggung tidak mempedulikan keberadaan orang yang meninggal tadi, kecuali Allah akan haramkan baginya jannah (syurga) " 'Wahai kaum lelaki, sesungguhnya harga diri kalian itu adalah seperti nyawa kalian, sesungguhnya telah banyak orang yang rusak di antara kalian, mereka menyepelekan masalah tanggung jawab, melalaikan amanah. Kalian telah berada dalam keadaan bahaya, dan tidaklah kalian rusak kecuali oleh diri kalian sendiri sedangkan kalian tidak menyadari. Tidakkah kalian berfikir dan bertaubat kepada Rabb (Tuhan) kalian dan menjaga wanita-wanita kalian?

Al-faqir Wal-Haqiir Ilallaah: Asy-Syahid Imam ‘Abdullah ‘Azzam rahimahullah
Read More..

Minggu, 19 Juli 2009

JIHAD YANG TAK KITA INGINKAN


Penulis: Syeikh Abdul Halim Musthafa Halimah

Syeikh Abu Basher semoga Allah bebaskan dari tawanan musuh, menasehati:


1. Kami tidak menghendaki jihad yang timbul akibat kebosanan, tidak sabar atas kenyataan maka dia mencari kematian untuk beristirahat lari dari kebosanan.

2. Kami tidak menghendaki jihad karena hawa nafsu sesaat supaya dikatakan si fulan telah berjihad di sini dan disini, namun apabila nafsu itu lenyap, selesailah semua amal jihad itu tak bersisa.

3.Kami tidak menghendaki jihad karena ketergesa-gesaan, memanen buah sebelum waktunya matang. Barangsiapa tergesa-gesa dalam suatu amalan sebelum waktunya, diharamkan memperolehnya. Perkara jihad sesuatu yang agung tidak ada yang dapat teguh padanya kecuali seseorang yang sabar menanti.

4. Kami tidak menhendaki jihad karena alasan melarikan diri dari situasai sulit yang sedang dihadadapinya atau lari dari tugas mengemban suatu amanat ummat.

5. Kami tidak menghendaki jihad yang tidak menimbang maslahat dan mafasid (kerusakan), yang tidak menimbang mana prioritas dan mana yang harus diakhirkan. Tidak peduli pada perkara-perkara syari dan pemikiran matang.

6. Kami tidak menghendaki jihad yang pasukannya menuju medan perang sebelum melalui batasan minimum i’dad (persiapan), lalu mudahlah dikalahkan oleh musuh.

7. Kami tidak menghendaki jihad demi kemaslahatan thaghut lalim. Apabila mereka mengijinkan beragkatlah pasukan itu dan jika mereka tak mengijinkan mereka pun mematuhi.

8. Kami tidak memginginkan jihad yang anggotanya terdiri dari para thaghut dan thaghut, maka berloyalitas pada thaghut dan bermusuhan dengan thaghut.

9. Kami tidak menghendaki jihad untuk melengserkan kekuasaan thaghut agar digantikan dengan taghut lain, kekufuran dengan kekufuran bentuk lain, sistem negara yang rusak dengan sistem negara yang rusak lain.

10. Kami tidak menghendaki jihad hanya untuk meraih puncak cita-cita tertinggi mati syahid lalu tidak peduli dengan kelangsungan perjuangan selanjutnya, tidak peduli pada fase-fase pembangunan pondasi dan bangunan Islam serta peraihan tujuan.

11. Kami tidak menghendaki jihad yang buahnya dipetik oleh thaghut zalim, seakan-akan kita dijadikan tameng dan kematian sedang mereka dengan konspirasi yang mereka susun memetik buahnya. Tujuan serta planing mereka tercapai sedang taktik mujahidin hancur lebur.

Inilah macam-macam jihad yang tidak kami inginkan, tidak kami seru dan tidak pula kami dukung.
Read More..