Rabu, 16 Desember 2009

UJIAN YANG KUALAMI


UJIAN YANG KUALAMI

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Ta'ala yang telah memberikan pada kami nikmatnya.
Salawat serta salam semoga terlimpahkan pada nabi junjungan nabi Muhammad sallahualaihi wasallam beserta pengikutnya hingga akhir zaman.
Walaupun ujian yang menimpaku ini dilihat orang seperti berat, akan tetapi aku yang menjalani kuanggap biasa saja. Mungkin mereka melihat aku yang tidak bisa bangun sendiri, duduk sendiri, bahkan aktivitas maksimal hanya di atas kursi roda, terlihat seperti tersiksa, tetapi selama pikiran dan jiwaku masih normal, InsyaAllah ini adalah nikmat yang terbesar setelah iman dan islam.

Yang kualami ketika jatuh
Ana jatuh pada tanggal 8 bulan delapan tahun 2008 sekitar jam 7 malam. Jatuh ketika perjalanan dari kudus menuju solo tepatnya di daerah sumberlawang. Saya naik motor berboncengan dengan pak abdullah khoir dan posisi ana di belakang. Motor yang agak kencang ketika kaget ada corcoran jalan langsung dibanting ke kiri, sedangkan dari depan ada mobil. Sehingga pak dul membanting motor ke kiri mengenai pinggiran corcoran jalan. Badan ana terpelanting dalam posisi duduk. Ana pingsan dan sadar sudah di rumah sakit kustati solo.

Setelah diperiksa, ternyata tulang belakang saya ada keretakan sehingga setengah badan kebawah tidak merasakan apa-apa. Sedangkan lengan tangan kanan patah tiga dan tulang rusuk patah empat. Karena benturan yang kuat tersebut, organ-organ dalam saya ada beberapa pembengkakan seperti liver, paru-paru yang sesak dll sehingga dirawat dirumah sakit selama 1 bulan.

Setelah itu ana tinggal di tawangmangu untuk terapi selama 3 bulan dan kemudian pulang ke rumah. Al arise pada bulan april kalau nggak salah menawari ana pergi ke jakarta. Ia katanya ada kenalan seorang tabib yang dapat menyembuhkan dan insyaAllah dalam 1 bulan ada perubahan. Akhirnya aku pergi ke jakarta dan tinggal di bekasi sekitar 1 bulan. Sesampainya di jakarta, ternyata si tabib baru datang sekali dan mengundurkan diri. Akhirnya ana ditawari seorang ihwan jakarta untuk terpi di darmawangsa squer. Yaitu terpi kiropraktik. Tapi setelah ia mempelajari kasusku dan melihat rongsen akhirnya mundur. Setelah itu kuputuskan untuk kembali pulang ke boyolali.

Yang kurasakan sekarang :
Secara fisik dari perut ke atas alhamdulillah dalam keadaan baik. Tangan walaupun belum sembuh benar karena lengan kanan yang patah tiga, alhamdulillah sudah bisa untuk memutar kursi roda. Walau kadang belum begitu kuat untuk mengangkat badan yang berat ini. Tapi aktivitas mulai makan, sholat dll dapat kulakukan dengan kedua tanganku. Sedankan organ bagian kepala, semua dalam keadaan normal.
Sedangkan dari perut ke bawah, aku tidak merasakan apa-apa. Seperti barang lain yang menempel dibadanku. Bahkan ketika semut yang gatal mengoyok kakikupun tidak aku rasakan. Pernah sutu ketika jempol kakiku dimakan tikus hingga terluka agak dalam. Akan tetapi aku tidak merasakan sakit.

Karena tidak terasa, sehingga aku agak kesulitan dalam mengontrol buang air besar maupun kecil. Sudah setahun aku memakai selang kencing yang diganti setiap 10 hari sekali. Akan tetapi karena terjadi infeksi, dan tersumbatnya saluran kencing sehingga sepulang dari jakarta selang 1 minggu ana menjalani operasi di rumah sakit yarsis. Selain itu ada juga fistel yaitu karena kencing tidak lancar maka ia (air kencing) mencari jalan untuk keluar, dan kencing keluar lewat buah pelir. akhirnya dilakukan training caterisasi, yaitu dengan memasukkan selang pipis kedalam penis sampai kantong kemih habis setiap 3 jam sekali. Panjang selang sekitar 30 cm. training ini aku jalani terus sehingga jika aku bepergian harus membawa selang pipis dan tempat urinnya. Kadang-kadang karena tidak terasa aku ngompol di pempes.
Sedangkan jika buang air besar ana tidak terasa juga. Jadi, tiap hari harus makai pempes kayak anak bayi. Bahkan jika beberapa hari belum keluar, ana siasati dengan banyak makan buah pepaya biar lancar buang air besarnya. Istrilah yang senantiasa mengambili kotoranku dan membersihkan pantatku dari kotoran tersebut.
Sedangkan di daerah pantat terdapat luka namanya decubitus. Yaitu luka yang dikarenakan tekanan terus menerus sehingga dagingnya membusuk. Dulu hampir habis pantat saya karena membusuk. Tapi alhamdulillah sekarang tinggal sedikit hampir nutup. Sudah setahun luka tersebut belum sembuh, tapi sudah banyak perkembangan.

Jadwal harian
Pagi ana bangun menjelang subuh, dan shalat lail semampunya dengan berbaring. Kemudian datang waktu subuh mengerjakan shalat subuh. Setelah itu duduk dengan didudukkan istri caranya adalah ditarik leher hingga posisi duduk. Setelah subuh tilawah secukupnya kemudian dzikir pagi dan sore dan dilanjutkan buka-buka laptop.
Jam 06.30 datang beberapa ihwan yang membantu terapi dengan menggerak-gerakkan bagian kaki saya [ pemanasan ] sampai jam 07.00. setelah itu ana di blebet kakinya dan dilatih terapi berdiri kira-kira 1 jam. Jam 08.00 ana berjemur dan duduk dikursi sampai kira-kira jam 11. jam 11 mengkurep di kasur dan dibersihkan pantat saya serta diobati luka-lukanya sampai dhuhur. Setelah dhuhur tidur sebentar, kemudian duduk lagi dikursi sampai ba'da maghrib. Setelah itu kembali ke kasur lagi. Sedangkan aktifitas tulis menulis ana lakukan ketika di atas kursi.

Terapi yang ana jalani
1. tepari pijat syaraf ke tawangmangu 10 hari sekali.
2. terapi akupuntur 1 pekan tiga kali ke solo [ manahan ].
3. kontrol ke rumah sakit Yarsis 2 pekan sekali. Sekarang sudah tidak kesana, kecuali ada keluhan di selang pipisnya.
4. kontrol ke rumah sakit Kustati solo tiap 4 bulan sekali.

Perkembangan yang kualami
Alhamdulillah, sekarang ada sudah bisa duduk di atas kursi dan kasur agak lama. Dan setelah diterapi dengan berbagai terapi, sekarang ada perkembangan di bagian pantat. Yaitu terasa agak panas. Terapi - terapi ini ana jalani sementara waktu karena belum ada alternatif lain yang saya ketahui.
Ana sudah tanyakan pada para dokter di solo dan Jakarta [ RSPP ]. Kebanyakan diantara mereka mengatakan untuk akupuntur dan fisioterapi.

Penutup :
Walaupun ana hari ini sedang diberi ujian oleh Allah Ta'ala, tetapi saya bersyukur dari beberapa sisi.
sebagaimana Al-Qadli Syuraih mengatakan, Sesungguhnya jika aku ditimpa musibah maka aku ucapkan alhamdulillah empat kali; 1) Aku memuji-Nya karena musibah itu tidak lebih buruk dari yang telah terjadi, 2) aku memuji-Nya ketika Dia memberikan aku kesabaran menghadapinya, 3) aku memuji-Nya karena membuatku mampu mengucapkan kalimat istirja (innalillahi wa inna ilaihi rajiun) berharap akan pahala yang besar, dan 4) aku memuji-Nya karena Dia tidak menjadikannya sebuah musibah dalam agamaku.
Kami juga berdo'a
وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا, وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا, وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا, وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan musibah mengenai agama kami, dan janganlah engkau jadikan dunia sebagai sebesar-besar keinginan kami dan tujuan akhir dari ilmu kami, dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami (HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Dari akhukum [ amru ]
Read More..

Selasa, 08 September 2009

PANDANGAN MURJI’AH DALAM HAL IMAN


Perbedaan yang mencolok antara ahlussunnah dgn murji’ah serta kelompok-kelompok sesat lainnya adalah dalam permasalahan iman. Dan tidak ada kesalahan yang lebih besar dalam urusan ad dien ini seperti salah dalam masalah iman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sesungguhnya salah dalam ismul iman tidak seperti salah dalam ismul muhdats.” (lihat Majmi’ Fatawa 7/395, 12/468, 13/58, dan Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan hampir serupa dengan ucapan Syaikhul Islam buka Jami’ul Ulum wal Hikam, hal 27)


Banyak orang yang tidak memahami iman sebagaimana yang dipahami ahlus sunnah, dan tidak juga memahami iman menurut firaq atau golongan-golongan yang menyelisihi ahlus sunnah, seperti khawarij, murji’ah fuqaha, ghulat murji’ah termasuk jahmiyyah dan ghulatnya dengan pemahaman ahlus sunnah. akhirnya jadi mazhab kombinasi yang tidak tentu haknya dan membingungkan mereka sendiri. Dan hasil dari campur aduknya pemahaman itu mereka memegangi i’tiqad atau prinsip yang jauh lebih sesat dari sesatnya jahmiyyah dan ghulat murji’ah al awail dalam memahami iman, yang mana mereka berpendapat bahwa: “Al kufr bil amal (kufur dengan amalan ucapan maupun perbuatan) adalah merupakan al kufrul amali (kufrun dunna kufrin atau kufur asghar), adapun kufur akbar adalah kufur i’tiqadi.

Dengan prinsip sesat ini maka mereka tidak mengkafirkan para pelaku dosa-dosa mukaffirah dan tidak menghukumi mereka baik secara lahir maupun batin sebagai orang yang telah kafir dan murtad, selama mereka tidak mendapat bukti bahwa orang tersebut telah kufur secara i’tiqadi. Sedangkan untuk mengetahui yang ada dalam batin musykil sebab ghaib, hanya Allah Ta’ala yang mengetahui kemudian pelaku itu sendiri. Sedangkan belum tentu ada satu dari sejuta orang, yang mau mengatakan bahwa dia melakukan dosa-dosa mekaffirah itu disertai dengan kufur i’tiqadi atau juhud dan istilah.

Golongan Jahmiyyah yang dikafirkan salaf itupun tidak separah ini. Sebab mereka secara hukum lahir mengkafirkan pelaku dosa mukaffir, hanya menurut mereka bisa jadi secara batin dia mukmin jika dalam hatinya masih beriman. Maka menurut Jahmiyyah pelaku dosa mukaffir secara lahir dia kafir, adapun secara batin boleh jadi beriman dan boleh jadi kafir, jika di dalam hatinya masih ada iman berarti beriman, jika tidak bearti telah kafir. Adapun ghulat murji’ah pada hari ini menganggap pelaku dosa mukaffir tidak kafir secara lahir maupun batin selama tidak terbukti adanya kufur i’tiqadi.

Adapun ahlus sunnah wal jama'ah dalam masalah ini tegas sekali, perhatikan ucapan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyimpulkan i’tiqad ahlus sunnah, kata beliau:

“Dan secara global, maka barangsiapa yang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang sesuatu itu adalah kekufuran, dia telah kufur dengan ihal tersebut meskipun dia tidak bermaksud menjadi kafir, sebab seseorang tidak bermaksud kufur kecuali dihendaki oleh Allah.” (Ash Sharimul Maslul, hal 177-178)
Amal anggota badan
Nah, bagaimana yang benar “amal anggota badan” menurut mazhab ahlus sunnah wal jama'ah?. Apakah ia termasuk pelengkap atau ia adalah pokok iman.
Martabat iman ada tiga: 1. Ashlul iman (dasar iman). 2. Al Imanul wajib (iman yang wajib). dan 3. Al Imanul Mustahab (iman yang sunnah).

Maka seluruh amal anggota badan yang masuk dalam martabat pertama (dasar iman), maka ia menjadi syarat sahnya iman. Seperti shalat lima waktu dan sebagainya. Kemudian yang masuk dalam martabat kedua (iman yang wajib), maka ia menjadi syarat kesempurnaan iman yang wajib, jika terpenuhi akan menghindarkan diri seseorang dari siksa. Seperti amanah, jujur dan sebagainya. Kemudian yang termasuk dalam martabat ketiga (iman yang mustahab), maka ia juga menjadi syarat kesempurnaan iman yang sunnah, jika dikerjakan akan meninggikan derajatnya di surga, seperti amalan-amalan yang sunnah dan meninggalkan hal-hal yang makruh dan mustabihat. (lihat Majmu'ul Fatawa 7/627 dan 19/293)

Dari sini kita dapat mengetahui dengan jelas tafrithnya murjiah dan ifrathnya khawarij dalam memahami dan menyikapi amal anggota badan.
Golongan murjiah menyamakan semua amalan anggota badan baik yang masuk dasar iman maupun iman yang wajib seluruhnya dianggap sebagai syarat kesempurnaan iman, sehingga bermazhab amal tidak dapat membatalkan iman.
Golongan khawarij menyamakan semua amalan anggota badan baik yang masuk dasar iman maupun iman yang wajib seluruhnya dianggap sebagai syarat sahnya iman, sehingga bermazhab menyamakan antara dosa-dosa yang merusakkan dasar iman kepada syirik, dengan dosa-dosa yang merusakkan iman yang wajib seperti berzina, mencuri dan sebagainya?
lalu siapa yang tersesat dari dua golongan ini?
Murjiah fuqaha’ tidak terlalu jauh sesatnya, sebab menyelisihi sunnah dalam pemahaman, tetapi dalam sikap menentukan hukum sama dengan ahlus sunnah, artinya meskipun mereka dalam i’tiqad tidak mengkafirkan dengan amalan, tetapi jika ada orang yang melakukan amalan yang dikafirkan Allah dan Rasul-Nya mereka juga mengkafirkannya, sebab dengan sendirinya orang yang dikafirkan Allah dan Rasul-Nya pasti hilang iman yang terdapat dalam hatinya.

Ghulat murjiah tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya. Sebab tidak mengkafirkan seluruh amalan termasuk yang mengkufurkan, kecuali dengan syarat adanya juhud (pengingkaran) dan istihlal (penghalalan). Dengan demikian tidak mengkafirkan orang-orang yang telah murtad. Maka golongan ini dikafirkan salaf. Golongan ini yang banyak memenuhi bumi hari ini, sehingga umat islam yang bersemangat kembali kepada sunnah dan salaf pun tidak terhindarkan dari asap buruknya.

Pengaruh buruk yang timbul
Adapun pengaruh buruknya mazhab murjiah yang mengeluarkan amal perbuatan dari hakikat iman antara lain menggalakkan manusia dan memberanikan diri untuk berbuat maksiat. Sehingga berkatalah Ibrahin An Nakha’i rahimahullah: Murjiah telah meninggalkan ad dien (agama), lebih tipis dari pakaian yang tembus cahaya. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam kitabnya “As Sunnah hal 84).

Karena begitu halus lembut dan tipisnya murjiah dalam meninggalkan ad dien, maka tidak banyak manusia yang menyadari hal ini, kecuali orang-orang yang benar-benar memahami mazhab ahlus sunnah dan mendapat rahmat Allah.Bberapa banyak manusia maupun kelompok yang berselimutkan dengan mazhab murjiah bahkan ghulatnya, akan tetapi tenang-tenang saja dengan kesesatan itu, malah justru merasa paling benar sendiri, dan menganggap mazhab yang diikutinya merupakan satu-satunya mazhab salaf. Dan yang paling berbahaya dari kelompok ini adalah sikap salah alamat, karena banyak salah mengalamatkan ucapan-ucapan kepada ahlus sunnah, maka mereka pun salah mengalamatkan khawarij. Mereka dengan kebodohannya menganggap bahwa kelompok-kelompok ahlus sunnah yang menunaikan kewajiban berjihad melawan kuffar baik yang murtad maupun yang tulen, berdasarkan i’tiqad murjiah dan ghulatnya yang mereka pegangi mereka adalah orang-orang khawarij. Dengan demikian golongan ini mencurahkan segala kemampuannya untuk melawan para mujahidin dengan lisan-lisan mereka dan menggalakkan kepada kaum muslimin untuk memerangi mereka.

Bid’ah khawarij tidak begitu besar bahayanya terhadap masyarakat awam kaum muslimin jika dibandingkan dengan bahaya murjiah khususnya ghulatnya. Sebab kebanyakan masyarakat sudah menyadari kesesatan khawarij dan bid’ahnya sedangkan mereka tidak menyadari kesesatan murjiah dan bid’ahnya. Yang berbahaya lagi terhadap ummat adalah ghulat murjiah berkedok ahlus sunnah dan salaf yang mempengaruhi ummat untuk mengecap kelompok ahlus sunnah yang sedang berjihad dengan sebutan khawarij. Sehingga pemahaman ummat menjadi terbalik, yang ahlus sunnah dianggap khawarij, sedangkan yang ghulat murjiah dianggap sebagai ahlus sunnah.

Dan golongan ini, yakni ghulat murjiah yang bertopeng salaf ini, di dalam melariskan dagangannya membuat talbis dan menipu ummat. Mereka katakan bahwa mengkafirkan penguasa berKTP muslim yang berhukum dengan undang-undang produk manusia yang menyelisihi syari'at Allah adalah manhaj orang-orang khawarij. Lalu mereka tunjukkan sebagian ucapan-ucapan ahlul ilmi yang mengkafirkan penguasa tersebut yang sudah mereka opinikan bahwa ulama atau kelompok tersebut bermanhaj khawarij. Maka ditampilkanlah Sayid Qutb rahimahullah, Safar Hawali, Salman Audah, orang NII dan sebagainya, dan untuk meyakinkan ummat bahwa mereka benar-benar khawarij, dicarikan ucapan-ucapan mereka yang lain yang menurut mereka berbau khawarij, akan tetapi dalam masa yang sama, mereka menyembunyikan berpuluh-puluh ucapan ulama-ulama salaf yang lain seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Al Allamah Ibnu Katsir, Syaikhul Islam Abdul Wahhab dan lainnya, yang mereka juga mengkafirkan penguasa yang berhukum dengan undang-undang thaghut dan sebagiannya menyebut mereka sebagai thaghut-thaghut. Inilah yang tidak mereka nukil ucapannya, sebab kalau mereka nukil ucapannya, mereka akan kebakaran jenggotnya karena ulama-ulama itu termasuk yang mereka tokohkan dan kagumi dan banyak ucapan-ucapan nya yang mereka nukil dalam hal yang sesuai dengan selera mereka khususnya dalam menyanggah bid’ah dan kesesatan khawarij. Lagi pula sudah kadung mereka opinikan bahwa mereka adalah ulama-ulama bermanhaj salaf.

Coba seandainya yang mengatakan bahwa ulama yang mengikuti hukum penguasa yang menyelisihi syari'at adalah murtad lagi kafir itu Sayid Qutb dan sebagainya yang tidak mereka sukai, mungkin dijadikan bukti pertama dan utama yang menunjukkan bahwa shahibul qaul bermanhaj khawarij, namun karena syaikhul Islam, maka mereka pura-pura tidak tahu dan tak mau tahu. (Amru).
Read More..

Kamis, 30 Juli 2009

TASYABBUH AWAL DARI SEGALA BENCANA


kaum muslimin sekarang ini telah mengikuti jejak langkah orang-orang kafir dalam segala jenis perkara,

tidak saja mengikuti dalam satu segi dari perkara-perkara ibadah, adat-istiadat, atau yang lainnya, tetapi mengikutinya secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aqidah, syari’at, akhlak, pola tingkah laku, pola berpikir, metoda pendidikan, ekonomi, maupun politik. Contoh: seperti turut memperlakukan sistem perundang-undangan buatan manusia (hukum positif) dan meninggalkan dienullah (hukum Islam).


Akibatnya, kaum muslimin baik secara berkelompok maupun dalam lingkup negara beserta organisasi atau negara-negara kafir, turut mendukung diberlakukannya hukum positif tersebut. Hingga, porak-porandalah kaum muslimin dan kemudian mereka menanggalkan dien Islam dalam banyak masalah. Sebagian kecil di antaranya, dalam aspek akhlak, tingkah laku dan petunjuk lahiriah lainnya. Bahkan, ada beberapa negeri muslim yang katanya berpegang kepada As-Sunnah ternyata terjadi sya’adzah (penyelewengan dan perbuatan-perbuatan tercela) dengan mencontoh pada akhlak dan budi pekerti orang-orang kafir.

Tetapi, di sisi lain sebagian umatnya justru telah terjerumus ke dalam jurang tasyabbuh, walaupun berbeda tingkat dan derajat tasyabbuhnya, sesuai dengan kadar kerusakan yang terjadi pada umat dari zaman ke zaman. Oleh karena itu tidaklah salah kalau kita katakan bahwa kadar tasyabbuh yang menimpa umat Islam di zaman kini telah mencapai tingkat yang paling kronis dibanding keadaan yang telah menimpa pada umat-umat terdahulu.

Penjagaan terhadap Islam dan ummatnya.
Kalau kita kembali pada generasi awal ummat ini, kita akan mendapatkan sebuah kenikmatan hidup yang mereka rasakan pada waktu itu, yaitu sebuah kondisi yang mengajak kepada iman dan petunjuk ke jalan yang lurus.

Andaikan kita mengenang perjanjian sahabat Umar bin Khottob z kepada ahlu al dzimah pada masa itu, kita akan mendapatkan sebuah contoh yang sangat baik bagaimana kaum muslimin bermuamalah dengan orang-orang kafir. Dan kita juga akan mendapatkan bagaimana Umar z memisahkan antara kaum muslimin dengan ahlu al dzimmah dengan ciri-ciri khusus yang dimiliki mereka dengan tujuan menjaga syahsyiyah islamiyah dan lingkungan yang islami serta al aqidah islamiyah.

Silahkan simak perjanjian antara Umar z dengan ahlul dzimmah :
Diriwayatkan dari Sufyan at Tsauri dari Masyruq dari Abdurrahman bin ghonim berkata : Umar Ibnu al Khottob ketika membuat perjanjian dengan orang-orang Nashoro di Syam, beliau meberikan syarat antara lain : Tidakboleh membangun rumah atau gereja, tidak juga menara, …. Tidak boleh memperbaiki apa yang telah rusak, tidak boleh meninggikan rumah mereka melebihi kaum muslimin, tidaklah memata-matai, tidak boleh menipu umat islam, …………tidakboleh meniru pakaian kaum muslimin, harus memakai pakaian khusus mereka dimanapun berada, ………. ( Ahkamu Ahludz Dzimmah, Ibnu Qoyyim juz 2 halaman 668 dengan beberapa potongan).

SubhanaAllah, itulah penjagaan sebuah daulah Islamiyah terhadap aqidah islam. Akan tetapi sekarang wahai akhi ! apakah umat islam mampu untuk memberikan seperti pada masa Umar z ? atau mungkin sebaliknya, banyak diantara umat islam hari ini berpegang teguh terhadap kebiasaan-kebiasaan orang-orang kafir ? mereka senang hidup dibawah hukum-hukum orang-kafir, beribadah dengan kebiasaan mereka, dan bahkan beraqidah dengan beberapa aqidah mereka yang batil, sedangkan mereka merasa menjadi mukmin yang sempurna.

Dimanakah kemuliaan, kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki umat islam pada masa itu?. Sekarang lihatlah wahai ihwan. Apakah umat islam hari ini menjadi muslim dzimmi ? Hidup dibawah ketiak orang-orang kafir dan mengekor pada mereka?
Maka saya katakan, bahwa muslim hari ini dalam kondisi yang lebih parah dibandingkan pada masa dahulu. Jika umat islam pada masa dahulu sedikit dan lemah akan tetapi masih memiliki pakain dan tempat husus. Sedangkan hari ini, mereka banyak yang mengekor pada barat, dan merasa terheran-heran dengan kemajuan orang-orang kafir, serta menganggap remeh dan hina atas apa-apa yang dibawa oleh para salaf.


Larangan bertasyabbuh terhadap hal yang bersifat umum
Pertama: Masalah Aqidah. Perkara ini adalah perkara yang paling besar dalam tasyabbuh. Bertasyabbuh dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan orang-orang shalih, sharf yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah. Kemudian seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah terhadap salah satu ciptaan-Nya. Demikian juga At-Tafarruq (berpecah-pecah) dalam agama (dien), berhukum atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak diturunkan Allah. Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk kekufuran dan kemusyrikan sebab semua itu merupakan masalah aqidah.

Kedua: Yang Berhubungan dengan Hari Besar atau Perayaan-perayaan . Hari-hari besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam perkara ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adatistiadat. Kecuali yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak, dan mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada unsur tasyabbuh di dalamnya.

Ketiga: Masalah Ibadah. Khusus bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari raya saja. Adapaun hari-hari besar lainnya, seperti Maulid Nabi, hari-hari besar, hari-hari besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam setahun, satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang selalu diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang dimaksud dalam nash-nash.

Seperti yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi secara terperinci melarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Di antaranya, seperti mengakhirkan shalat maghrib, meninggalkan makan sahur, mengakhirkan berbuka puasa, dan sebagainya yang insyaallah akan kami perinci nanti.
Keempat: Masalah Tradisi, Akhlak, Tingkah Laku. Seperti pakaian, misalnya. Ini dinamakan sebagai petunjuk lahiriah, dan petunjuk lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak. Telah dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh dalam beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagiansebagian; Seperti larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari emas, memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj (menampakkan perhiasan tubuh pada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath (bergaul campur antar lawan jenis yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi kafir lainnya. (Dr.Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql, Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum)

Ketika tasabuh diperbolehkan
Akan tetapi ada kondisi-kondisi yang memperbolehkan untuk menyerupai orang kafir dalam hal yang nampak seperti pakaian, tingkah laku atau hal-hal lain yang masuk ke nomor empat. Semuanya ini terjadi ketika belum nampak dan terlihatnya kekuatan din Islam ini. Ibnu Taimiyyah v menjelaskan dengan perkataan beliau : Sesungguhnya menyelisihi mereka (orang kafir) tidak akan sempurna kecuali setelah nampaknya diin ini dan tingginya din ini seperti ketika tegaknya jihad, dan mewajibkan orang-orang kafir untuk membayar jizyah dalam kehinaan. Maka ketika umat Islam masih dalam keadaan lemah, maka belum disyari’atkan menyelisihi mereka. Akan tetapi ketika sempurna, nampak dan tinggi din ini, maka disyari’atkan hal tersebut.

Seperti pada hari ini ( masa Ibnu taimiyah), seandainya seorang muslim berada di darul harbi, ataupun darul kufri yang bukan harbi, maka tidaklah diperintahkan untuk menyelisihi mereka dalam petunjuk lahir jika itu mendatangkan bahaya. Bahkan sunnah atau mungkin wajib atasnya untuk mengikuti mereka dalam petunjuk dhohir jika itu mendatangkan kebaikan pada agama dan dakwahnya. …….. sedangkan di darul Islam atau darul hijroh, yang Allah k memuliakan din-Nya dan Allah jadikan hina orang-orang kafir dengan jizyah, maka disyari’atkan untuk menyelisihi mereka. Dan jika keadaan ini terjadi pada zaman yang lain maka hukum ini berlaku. (Iqthidhou Shirotul Mustaqim 176-177)

Maka ada sebuah qo’idah yang sudah disepakati para ulama’ diantaranya : lebih mengutamakan yang lebih bermaslahah diantara dua maslahah, walaupun harus luput maslahah tersebut. Dan memilih salah satu yang lebih ringan mafsadatnya diantara dua hal yang menimbulkan mafsadat ( Badai’ul fawaid juz 2 halaman 262).

Akan tetapi, hendaknya seorang mu’min harus berhati-hati. Jangan sampai penjelasan ini dijadikan dalil untuk melaksanakan beberapa kebiasaan-kebiasaan yang menjadi ciri has orang-orang kafir . kita harus berusaha menyelisihi mereka pada hal-hal yang mencari ciri has mereka. Dan semoga Allah memberikan kembali kekuatan pada umat ini untuk bisa menjauhi sikap tasabbuh dengan orang-orang kafir dan mengembalikan kembali kehilafahan pada kita semua. (Amru)
Read More..

Rabu, 29 Juli 2009

Syara-syarat bekerja di dalam lembaga pemerintahan


Mungkin orang akan bertanya; Apakah dari permasalahan yang lalu berarti secara mutlaq tidak boleh bekerja
dalam tugas-tugas yang ada hubungannya denga lembaga dan sarana pemerintah sekuler pada masa sekarang ini…?

Dan untuk menjawab pertanyaan ini kami katakan;
Sesungguhnya pekerjaan dan tugas apasaja yang dilakukan oleh seorang muslim itu harus memenuhi beberapa syarta, secara umum sebagai berikut:


1- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengakibatkan kepada penyelisihan terhadap syari’at secara nyata. Seperti bekerja dalam lembaga pengadilan dan penasehat hukum. Karena hal itu adalah bersinggungan langsung dengan undang-undang positif dan pelaksanaan terhadap konsekuensi-konsekuensinya. Yang di dalam pandangan Islam dianggap thoghut yang harus dikufuri.. Sesungguhnya rizki yang halal itu tidak dicari kecuali dengan cara yang syar’ii dan halal. Di dalam hadits shohih disebutkan bahwasanya Nabi saw., bersabda:

إن الرزق ليطلب العبد أكثر مما يطلبه أجله
“Sesungguhnya rizqi itu lebih mengejar seseorang dari pada ajalnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni, Shohih Al-Jami’: 1630.
Maka tidak ada alasan untuk mencarinya dengan cara haram.

2- Hendaknya pekerjaan atau tugas tersebut tidak ada unsur memperkuat kebatilan dan ahlul bathil, dan tidak ada unsur yang menolong mereka dalam melakukan kemungkaran, dosa dan permusuhan. Hal ini berdasarkan larangan Alloh dalam firmanNya:
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS. 5:2)

3- Hendaknya pekerjaan itu tidak mengandung unsur wala’ kepada thoghut, dan tidak pula ada unsur menolong kedzoliman dan kekafiran mereka…
Alloh berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا الكافرين أولياء مندون المؤمنين
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. (QS. 4:144)

Dan dalam hadits shohih Rosululloh mengatakan:
من أعان ظالماً بباطلٍ ليدحض بباطله حقاً، فقد برئ من ذمة الله  وذمة رسوله
“Barangsiapa yang membantu orang dzolim dengan kebatilan untuk menolak kebenaran, maka ia telah lepas dari tanggungan Alloh dan tanggungan rosulNya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Hakim, As-silsilan Ash-Shohihah: 1020.
Dan beliau bersabda:

اسمعوا، هل سمعتم أنه سيكون بعدي أمراء فمن دخل عليهم فصدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فليس مني ولست منه، وليس بوارد علي الحوض، ومن لم يدخل عليهم ولم يُعنهم على ظلمهم ولم يصدقهم بكذبهم فهو مني وأنا منه، وهو وارد علي الحوض
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa akan ada setelahku pemimpin-pemimpin, yang barang siapa masuk kepada mereka lalu membenarkan kedustaan mereka atau membantu kedzoliman mereka amak dia bikan dari golonganku dan aku bukan dari golongan dia dan dia tidak akan meminum dari Al-Haudl (telaga rosululloh pada hari kiyamat-pent.). Dan barangsiapa yang tidak me\asuk kepada mereka, tidak menolong kebatilannya dan tidak membenarkan kedustaan mereka maka dia golonganku dan aku adalah golongnnya dan dia akan meminum dari al-Haudl.” Shohih Sunan At-Tirmidzi: 1843.

Hendaknya takut kepada Alloh mereka yang menyiapkan dirinya untuk membantu para thoghut, membelnya dan bekerja pada mereka, seperti para pemfitna dan mata-mata yang memata-matai rahasia kaum muslimin untuk kepentingan mereka dan keamanan mereka.. Semua itu mereka lakukan hanya untuk mendapatkan beberapa keping uang.!

4- Hendaknya pekerjaan itu bukanlah yang telah dinyatakan haram oleh Alloh, sebagaimana sabda Rosululloh dalam sebuah hadits:
فلا يكونن عريفاً، ولا شرطياً، ولا جابياً، ولا خازناً
“Maka jangan sekali-kali menjadi ‘ariif (penanggung jawab, pemimpin) atau polisi atau pemungut pajak atau bendahara.”

Dan begitu juga menteri, atau penasehat atau mata-mata..
Dengan menjaga syarat-syarat tersebut, - dengan berkah dari Alloh – silahkan setiap orang Islam bekerja sebagai apa saja. Dan seorang muslim yang cerdas itu adalah yang bisa bekerja dengan pekerjaab yang membantu Islam dan muslimin. Dan hendaknya ia menjauhi pekerjaan pada celah-calahnya ada yang haram atau ada unsur menolong thoghut terhadap kedzolimannya. Endaknya
Dan dahulu para ulama’ salaf lari dari bekerja pada pemerintah yang dzolim supaya tidak menjadi penyebab yang memperkuata kedzoliman mereka kepada manusia. Maka menjauhi para thoghut kekafiran dan kemurtadan lebih utama lagi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Asy-Sya’bi main catur ketika diminta oleh Al-Hajjaj untuk menjabat sebagai hakim. Dia bermain catur tersebut untuk menjadikan dirinya fasiq sehingga tidak menjabat hakimnya Hajjaj. Dia berpendapat untuk melakukan perbuatan itu supaya menjauhkan dirinya dari menolong orang seperti Hajjaj dalam kedzolimannya terhadap kaum muslimin. Dan permasalahan itu menurutnya lebih terlarang, padahal tidak mungkin beralasan untuk menolaknya kecuali dengan perbuatan itu. Dan Sa’id bin Jubair diriwayatkan begitu juga. (Ini dikatakan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa: XXXII/238 dan 245.

Lalu dimanakah posisi orang-orang yang masuk ke dalam pintu-pintu thoghut – dengan alasan kemaslahatan dakwah – mereka mengarap-harap sedikit imbalan yang dilemparkan oleh para thoghut kepada mereka… Di manakah posisi mereka dari akhlaq para ulama’ salaf kita yang tinggi dan bersih dari pemerintahan yang dzolim?!

Muhammad Quthub mengatakan: “Pada dasarnya hendaknya sebisa mungkin kaum muslimin itu berada jauh dari tekanan pemerintah jahiliyah kepadanya. Akan tetapi ini tidak bisa dipenuhi di segala keadaan, karena banyak manusia yang mereka terpaksa oleh keadaan penghidupan, mereka terpaksa masuk kedalam tekanan ini untuk membiayai diri mereka dan anak-anak mereka..

Lalu pekerjaan apa yang masuk kedalam keterpaksaan ini yang mereka boleh bekerja padanya? Sebenarnya tidak ada batasan yang terperinci, akan tetapi kami katakan: secara umum mereka ayah-syah saja, sesungguhnya seyiap kali pekerjaan itu dekat dengan pemerintah, maka secara pasti posisi seorang muslim telah jau dari nya .. Akan tetpi dalam keadaan apapun seorang muslim hendaknya tidak menjadi menteri. Karena ketika itu dia berada dalam tekanan secara langsung dari pemerintah jahiliyah, ketika itu dia tidak bisa lepas. Lebih mudahnya lagi dia bersumpah dengan janji untuk memberikan wala’nya kepada pemerintah jahiliyah yang dia ingkari atau kepada thoghut yang menjalankan hukumnya dengan hukum selain hukum yang telah diturunkan Alloh.. Dan hendaknya dia tidak berada di tempat yang bermuamalah secara langsung dengan undang-undang yang menyelisihi hukum Alloh. Karena ketika itu dia tidak akan bisa selamat dari menyelisihi perintah Alloh.” (Waqi’una Al-Mu’ashir: 508-509)

Dan dalam masalah ini Sayyid Quthub mengatakan dalam bukunya yang agung yaitu buku Al-Ma’alim : “Akan tetapi Islam itu – sebagaimana yang kami katakan - tidak akan mungkin hanya sebagai pemikiran saja. Yang dianut oleh orang secara keyakinan dan disibukkan dengan ibadah, lalu ia menjadi enggota dalam sebuah pergerakan masyarakat jahiliyah yang tegak secara nyata. Sesungguhnya keberadaannya seperti itu – meskipun banyak jumlahnya – tidak akan mungkin akan menghasilkan eksistensi Islam secara nyata. Karena orang yang menganut Islam secara pemikiran yang masuk kedalam susunan anggota masyarakat jahiliyah ini akan terus tertekan untuk melakukan tuntutan-tuntutan keanggotaan masyarakat tersebut.

Mereka akan bergerak – baik secara suka rela atau terpaksa dengan sadar atau tidak sadar – untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat ini. Mereka akan akan mempertahankan eksistensinya dan mereka akan mengusir unsur-unsur yang mengancam eksistensinya, karena dia adalah bagian yang melaksanakan tugas-tugas dengan semua anggotanya sama saja apakah mereka menghendakinya atau tidak.. Artinya orang-orang yang beragama Islam secara pemikiran saja itu kenyataannya akan terus memperkuat masyarakat jahiliyah yang secara teori mereka berusaha untuk menghilangkannya. Dan mereka akan tetap menjadi kelompok-kelompok yang hidup dalam masyarakat tersebut dan membantunya dengan sarana-sarana yang dapat mempertahankan keberadaanya. Dan mereka akan memberikan kepada masyarakat tersebut peran dan keahlian mereka supaya masyarakat itu hidup dan kuat. Ini semua sebagai pengganti gerakan mereka yang menyerahkan kepada masyarakat jahiliyah tersebut untuk menegakkan masyarakat Islami,” Habis.

Diterjemahkan oleh Abu Musa Ath Thoyyaar dari buku HUKMUL ISLAM FID DIIMUQROOTHIYYAH, ‘Abdul Mun’im Mushthofa Haliimah Abu Bashiir.
Read More..

Jumat, 24 Juli 2009

BERHATI-HATILAH DENGAN DUNIA

أَنَا إِنْ عِشْتُ لَسْتُ أَعْدِمُ قُوْتًا
وَ إِذَا مِتُّ لَسْتُ أُحْرَمُ قَبْرًا
هِمَّتِى هِمَّةُ اْلمُلُوْكِ
وَنَفْسِي نَفْسُ حُرٌّ
تَرَ اْلمَذَلَّةَ كُفْرًا

Aku, jika aku masih hidup aku pasti akan bisa makan
Jika aku mati, pasti kebagian tempat kuburan
Semangatku semangat para raja
Jiwaku jiwa merdeka
Memandang kehinaan sebagai kekafiran


Duhai!, merdeka pribadi Imam Asy-Syafi’i. Dunia ini tidak sesempit orang memandang. Jiwanya merdeka. Tak ada ketergantungan kecuali kepada Sang Pencipta. Tak ada yang mampu menghinakan, karena dalam pandangannya rela dalam kehinaan adalah kekafiran dan kedurhakaan kepada Rabb-nya.

Cita-citanya tinggi. Semangatnya menjulang ke angkasa. Keinginan untuk hidup dalam kemuliaan dan mati dalam keridhaan.
Akhiy muslim,.. waspadalah dengan dunia. Dunia yang melalaikan dari tanggung jawab menegakkan risalah Allah. Semakin besar kecintaan kalian kepada dunia, semakin besar pula benci kalian kepada kesulitan [sekalipun kesulitan itu karena komitment kepada al-haqq] makin besar pula takut kalian akan kematian.

‘Abdullah bin Mas’ud radliyalLaahu ‘anhu mengatakan, “Bagi semua orang dunia adalah tamu, dan harta adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti dikembalikan”.

Yahya bin Mua’dz menyatakan, “Dunia itu arak setan. Barangsiapa mabuk karenanya, niscaya tidak akan sadar sampai ia berada di antara orang-orang yang sudah mati, menyesal bersama orang-orang yang merugi”.

Abu Barah al-Aslami berkata, “Barangsiapa yang menghabiskan hari-harinya dalam ketaatan kepada Allah, niscaya ia akan beruntung. Tidaklah kehidupan dunia ini kecuali kesenangan yang memperdayakan. Sebaliknya barangsiapa yang menghabiskan hari-harinya bermaksiat kepada Allah, maka ia akan menyesal pada hari yang tidak bermanfaat lagi penyesalannya”.

Para ulama menyatakan, “Jika hati telah dipenuhi kecintaan terhadap surga, maka kecillah nilai dunia dalam pandangannya”. Konsekuensinya, ia akan tabah menghadapi cobaan dan musibah dan ia tidak akan bersedih. Jika dunia terbuka untuknya, maka ia tidak terlalu bergembira, biasa saja. Sebaliknya orang yang telah dipenuhi cintanya dengan dunia, maka musibah apapun yang menimpanya menjadi musibah yang amat dahsyat. Jika hartanya hilang, ia mengganngap musibah yang besar. Ia letih dengan dunia, padahal tidak mendatangkan rezeki, kecuali yang telah di tulis Allah untuknya.
Karena itu cinta dunia menjadi pangkal kerusakan.

Pertama, karena seseorang yang mencitai dunia pasti ia akan mengagungkan, padahal Allah menganggap dunia ini remeh. Lalu bagaimana mungkin seseorang mengagungkan sesuatu, padahal di sisi Allah hal tersebut remeh?

Kedua, Allah telah melaknat, memurkai dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Bagaimana mungkin seorang hamba mencintai sesuatu yang telah dilaknat Allah dan dibenci-Nya?

Ketiga, orang yang cinta dunia menjadikan dunia adalah akhir dari segala kehidupan. Iapun akan mendapatkan dengan segala cara. Padahal, dunia adalah wasilah [sarana] untuk menunju kampung akherat. Duhai, betapa ruginya orang yang telah menjadikan dunia sebagai terminal akhir kehidupan. Allahpun menyatakan,

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan. [Hud: 15 – 16].
Keempat, mencintai dunia akan menghalangi orang dari aktivitas yang bermanfaat untuk kampung akherat, ia akan disibukkan oleh dunia, lalai kampung akherat. Matanya hanya tertuju kepada dunia. Pikirannya hanya selebar dunia. Hatinya dipenuhi dengan gejolak nafsu dan syahwat dunia. Tak seorangpun yang bisa memalingkannya kecuali kepada dunia. Dunia adalah perhiasannya panglima dalam hidupnya.

Kelima, Mencintai dunia menjadikan harapan terbesarnya hanya untuk dunia. Padahal Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengharapkan akherat, Allah akan menjadikan kekayaan di hatinya dan menghimpung seluruh urusannya untuknya, serta dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Adapun siapa yang mengharapkan dunia, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan mencerai-beraikan urusannya, serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang sudahditakdirkan baginya”.

Keenam, Orang yang mencintai dunia, adalah orang-orang yang akan mendapatkan adzab yang berat. Ia akan di siksa di tiga tempat, di dunia, di barzakh [alam kubur] dan di kampung akherat. Di dunia ia akan di siksa dengan kerja keras, keletihan, kepayahan dan persaingan. Di alam barzakh ia akan disiksa dengan terpisahkan dari dunia yang telah ia kumpulkan, dan kerugian atas apa yang telah ia kerjakan. Tak ada yang mendampingi kecuali penyesalan, kesedihan, kedukaan dan kerugian yang tak pernah ada hentinya. Di akherat ia akan di adzab karena kelalaiannya dalam menunaikan tugas dari Sang Pencipta.
Ketujuh, orang yang cinta dunia sehingga lebih mengutamakannya adalah orang-orang yang bodoh, dungu dan tidak berakal. Bagaimana mungkin ia mencintai sesuatu yang fana dengan kecintaan yang paling tinggi? Bagaimana ia mencintai sesuatu yang hakekatnya akan pergi ia tinggalkan? Bagaimana mungkin seseorang mencintai sesuatu yang hakekatnya melalaikan dan merugikannya?

Akhiy muslim, dunia ibarat seorang laki-laki yang tertidur. Ia bermimpi melihat sesuatu yang disukainya dan juga yang dibencinya, kemudian ia terbangun.
Akhiy muslim, dunia mirip dengan bayang-bayang. Dikejar untuk digapai, ternyata takkan pernah sampai. Dunia bak fatamorgana. Orang yang kehausan menyangkanya air, padahal jika ia mendekatinya, ia tak mendapatkan sesuatupun kecuali semakin kehausan.
Akhiy muslim, dunia mirip seorang perempuan renta. Ia ingin menikah dan berdandan. Dipakainya seluruh perhiasan. Ditutupinya segala kekurangan. Orang yang memandang serasa senang padahal ia tertipu. Jika ia menikahinya, niscaya maharnya adalah menceraikan akherat. Camkan wahai akhiy muslim!!!

Duhai, para penyeru dunia, kehinaan yang akan kalian dapatkan. Penyesalan yang akan kalian ratapi. Tangis yang tak pernah henti. Adzab pasti menghampiri. Kelak, tak akan pernah ada senyum menghampiri. Tak pernah ada tawa menyapa. Yang ada hanya sesal, sesal dan sesal, “Alangkah baiknya jika aku dulu hanyalah tanah yang terhampar”. [Kh.]
Read More..

Senin, 20 Juli 2009

AL-HIJAB


Oleh Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah

Alhamdulillah, Shalawat dan Salam atas Rasulullah Shallallaahu `Alaihi Wasallam,

‘amma ba’du: Risalah ringkas ini ditujukan kepada Ukhti Muslimah, berkenaan dengan masalah Hijab dan masalah membiarkan wajah tanpa hijab. Tidak tersembunyi bagi siapapun bahwa di banyak negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, masih banyak kalangan wanita yang bertabarruj (berhias di luar kemestian), dan tiadanya komitmen mereka terhadap hijab. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan satu kemunkaran yang besar, yang merupakan sumber datangnya malapetaka dan bencana.


Dalam risalah ringkas ini, terdapat penjelasan mengenai wajibnya hijab, keutamaan dan syarat-syaratnya. Di dalamnya pula terhadap peringatan bagi orang-orang yang bertabarruj dan hukumannya, kita memohon kesejahteraan kepada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi saudari-saudari kita kaum Muslimah, sesungguhnya Dia Maha berkuasa dan Maha menentukan. * Hijab adalah Ibadah, bukan adat 'Saudari muslimah: sesungguhnya para penyeru kepada kesesatan dan berbuat kerusakan senantiasa berusaha secara terus terusan untuk mengoyak kewajiban hijab dan menyangka bahwa Hijab ialah penyebab keterbelakangan wanita, hijab pula membatasi dan memperkosa kebebasan wanita. Lalu para penyeru itu memotivasi kaum Muslimah untuk menanggalkan hijab mereka, untuk kemudian bertabarruj dan memamerkan wajah, mereka berusaha untuk meniadakan syariat hijab, mereka menyebut usaha ini sebagai pembebasan dan kemajuan bagi wanita. Mereka pada hakikatnya tidak menghendaki kebaikan terhadap diri wanita Muslimah sebagaimana yang mereka nyatakan. Dengan klaim seperti itu, sebenarnya mereka tidak menghendaki selain kehancuran harga diri dan kehidupan wanita. Maka berwaspadalah wahai saudari Muslimah. Jadilah kalian sebagai orang-orang yang mulia dengan dien (agama) kalian, dengan tetap teguh mengenakan hijab-hijab kalian. Kuatkanlah keyakinan kalian bahwa Hijab adalah merupakan syariat Islam. Dan diatas itu semua, bahwa mengenakan hijab adalah merupakan Ibadah kepada Allah, dalam menta'ati Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu 'Alaihi Wa-Sallam. Hijab bukanlah merupakan adat kebiasaan, ketika suka dikenakan, ketika tidak suka ditanggalkan. Hijab adalah harga diri dan kemuliaan. 'Saudari Muslimah, sesungguhnya Allah Ta'ala, ketika memerintah kalian mengenakan hijab, tidak lain sesungguhnya Allah berkehendak untuk menjaga kesucian kalian. Menjaga tubuh kalian dan seluruh anggota badan kalian, agar tidak ada orang yang menyakiti kalian dengan perbuatan yang tak senonoh dan ucapan-ucapan murahan.

Dengan hijab pula Allah hendak meninggikan kalian. Maka hijab adalah kehormatan dan kemuliaan bagi kalian, bukan merupakan pengungkungan terhadap kalian. Ini merupakan sesuatu yang indah dan kesempurnaan bagi kalian. Dan ianya merupakan bukti yang nyata akan iman kalian, sekaligus menjadi ukuran sejauh mana adab dan akhlak kalian. Dan ini pula merupakan pembeda antara kalian dengan orang-orang yang telah hilang harga diri dan kehormatannya. 'Maka janganlah sekali-kali kalian menyepelekan masalah ini apalagi mengingkari kewajiban berhijab. Karena sesungguhnya -demi Allah- tidaklah seorang wanita menganggap sepele masalah hijab atau mengingkarinya, kecuali pastilah ia terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Dan tidaklah seorang muslimah menjaga hijabnya kecuali bertambahlah keridhaan dan kedekatan Allah kepadanya, bertambah pulalah kehormatannya.

Syarat-syarat Hijab Syar'I 'Sesungguhnya Hijab syar'I bagi wanita Muslimah wajib tebal dan tidak nipis, tidak boleh hijab itu bercorak warna-warni yang mencolok mata. Hijab pula tidak boleh sempit (ketat). Tidak boleh pula berhijab disertai parfum dan menawan, karena Nabi Shallallaahu 'alaihi wa-sallam mengharamkan wanita yang mengenakan parfum dan keluar menuju satu tempat yang didalamnya terdapat ajnabi (lelaki yang bukan mahram). Baginda Rasulullah ShallaLlaahu 'Alaihi Wa-Sallam bersabda: "Siapa dari kalangan wanita yang mengenakan wewangian lantas ia melalui suatu kaum sehingga kaum itu mencium wanginya, maka si wanita itu adalah (dianggap) penzina". Hijab Muslimah tidak boleh pula menyerupai pakaian lelaki. Diwajibkan pula hijab ini menutupi seluruh anggota badan, termasuk wajah, dimana sesetengah wanita menganggapnya sebagai perkara sepele, sehingga membiarkan wajahnya terbuka, dengan alasan bahwa wajah bukanlah aurat. Sungguh ini satu hal yang aneh, bagaimana mungkin wajah tidak dianggap sebagai aurat, padahal wajahlah sumber fitnah terbesar dalam diri wanita, pada wajahlah terdapat kecantikan dan terhimpun keindahannya, kalaulah lelaki tidak terfitnah oleh kecantikan wajah wanita, lalu dengan apa dia terfitnah?!! 'Sungguh terdapat banyak nash (dalil) dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menunjukkan kewajiban wanita untuk menutupi seluruh anggota badannya, karena wanita itu, seluruh tubuhnya adalah aurat, tidak dibenarkan lelaki yang bukan mahram melihat sesuatu apapun dari dirinya. Diantara dalilnya ialah: "Hendaklah mereka (wanita) menghulurkan khimar (kain labuh) ke atas leher-leher mereka" (An-Nuur:31).
Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah s.a.w bersabda: "Ketika ayat ini turun, wanita-wanita Anshar menjadikan kain-kain tirai (gordin) mereka dan memotong-motongnya menjadi khimar (penutup tubuh)" yaitu : “menutupi wajah-wajah mereka" Dalam hadits lain, yang telah disepakati kesahihannya, berkenaan dengan kisah Aisyah Radhiyallaahu `Anha, dalam satu peristiwa yang terkenal dengan sebutan "Hadiitsul Ifki" (Gosip dusta), ketika beliau tertidur di tempatnya, kemudian datanglah Shafwan Ibnul Mu'thal kepadanya dan beliau ummul mu'minin berkata: "Lalu aku berkhimar" (dalam lain riwayat disebutkan : aku menutupi wajahku dengan jilbabku). Ini semua menunjukkan wajibnya menutup wajah"

'Oleh sebab itu, menjadi kewajiban bagi seluruh wanita Muslimah, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, terhadap dirinya. Dan hendaklah ia tetap iltizam dengan hijabnya dengan keiltizaman (komitmen) yang optimal. Jangan menyepelekan satu hal pun dari masalah ini, misalnya membiarkan telapak tangan dan tangannya terbuka, atau mengenakan kain yang dari celah-celahnya terlihat sebagian besar wajahnya, atau pula menutupi seluruh wajahnya tetapi dengan kain tipis, sehingga nampaklah apa yang dibalik penutup wajahnya itu, kemudian ia menyangka bahwa dirinya telah berhijab dengan sempurna. Lalu dia menyangka bahwa bagian dari anggota badannya tidak berpengaruh apa-apa dan tidak menimbulkan fitnah, atau dia menganggap bahwa hal itu bukanlah merupakan tabarruj yang tercela. Maka merupakan kewajiban baginya untuk berusaha keras menjauhi perkara-perkara yang mempengaruhi komitmennya terhadap hijab, atau perkara-perkara lain yang merusakkan sifat malunya. Demi menghindari keburukan orang-orang fasiq sebagaimana kebiasaan mereka terhadap wanita yang secara fisik tidak menampakkan kemuliaan akhlak mereka. Agar dirinya tidak terperangkap ke dalam kemurkaan Allah dan siksa-Nya, sebagai terdapat keterangan mengenai hal tersebut, yang datang daripada Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa-Sallam, baginda bersabda: "Dua golongan dari ahli neraka yang aku tidak peduli kepada keduanya" disebutkan diantaranya : " Dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang melenceng meninggalkan kebenaran, kepalanya seperti punuk unta, dia telah tersesat, dan tidak akan memasuki jannah dan tidak akan mencium bau jannah (syurga), padahal wanginya jannah ini tercium dari perjalanan sejauh sekian dan sekian " (HR.Muslim).
'Para ahli ilmu berkata: Maksud dari kalimat: "Berpakaian tapi telanjang" ialah bahwa mereka mengenakan pakaian akan tetapi pakaian itu sempit(ketat) atau tidak menutupi seluruh bagian tubuhnya”.

'Syaikh Shalih Utsaimin ditanya tentang sifat Hijab Syar`I, maka ia menjawab: Pendapat yang paling rajih (benar) ialah bahwa hendaklah wanita menghijabi seluruh bagian yang dapat menimbulkan fitnah terhadap kaum lelaki, diantara sumber paling besar fitnah dalam diri wanita adalah wajah, maka wajib baginya untuk menutup wajahnya dari seluruh ajnabi (lelaki asing, bukan mahram), adapun terhadap orang-orang yang masih ada hubungan mahram maka tidak mengapa ia menampakkan wajahnya. 'Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa Hijab Syar`ie adalah dengan menutupi rambutnya dan membiarkan wajahnya terbuka…maka ini merupakan pendapat yang sangat aneh!! Manakah penyebab fitnah yang paling besar, rambut ataukah wajah?! Dan manakah bagi orang yang menghendaki wanita, apakah mereka menanyakan wajah wanita ataukah rambutnya? 'Dua pertanyaan diatas tidak mungkin dijawab kecuali dengan : "Sesungguhnya sumber fitnah paling besar adalah terdapat pada wajah" Dan hal ini tidak diragukan lagi. Lelaki akan tertarik kepada wanita jika wajahnya cantik walaupun rambutnya dibawah kecantikan wajahnya. Dan, sebaliknya lelaki tidak akan tertarik kepada wanita yang berwajah buruk sekalipun rambutnya indah menawan. Maka pada hakikatnya hijab syar`I adalah yang menghijabi wanita sehingga tidak menimbulkan fitnah atau dengannya ia terfitnah, dan tidak diragukan lagi bahwa wajah lah sumber utama fitnah itu.

Tabarruj dan membiarkan wajah terbuka menyeru kepada Dosa dan kerusakan 'Sesungguhnya seorang wanita itu, jika ia bertabarruj dan membiarkan wajahnya terbuka di hadapan kaum lelaki, pada hakikatnya ia telah jatuh harga dirinya, amat sedikit rasa malunya, di mata manusia harga dirinya sebenarnya telah jatuh. Ini menunjukkan kebodohannya dan kelemahan imannya, juga kurang kepribadiannya. Semua ini adalah awal kejatuhan harga dirinya. Bahkan akan tiba saatnya hal tersebut menjadikan harga dirinya lebih rendah daripada keharusannya sebagai insan, dimana -jika dia normal- manusia ini telah dimuliakan oleh Allah, Allah telah melindunginya dan membentenginya, namun akhirnya akan terjatuh dan hina dengan sebab-sebab diatas. Apalagi, sebenarnya Tabarruj dan sufur (membiarkan wajah bebas terbuka), sebenarnya tidak menuju kepada kebebasan dan kemajuan, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang-orang yang mengklaim sebagai beragama Islam, dan orang-orang yang telah sesat diri mereka. Perbuatan tabarruj dan sufur ini sama sekali bertentangan dengan Akhlaq dan Adab Islam. Tidak akan ada wanita yang sanggup melakukannya kecuali wanita-wanita yang masih jahil tentang hal ini, yang telah hilang rasa malu dan akhlaqnya. Karena sesungguhnya amat tidak terbayangkan jika ada seorang wanita yang terhormat dan memiliki harga diri membiarkan dirinya dan sumber-sumber fitnah yang ada pada dirinya diumbar kepada kehinaan dan kerendahan, kepada kaum lelaki di pasar-pasar dan di tempat-tempat lainnya, tanpa memiliki rasa malu dalam dirinya. 'Barangkali sebagian wanita meyakini bahwasanya jika ia keluar rumah dalam keadaan tabarruj (berhias) dan wajahnya bebas terbuka tanpa hijab juga tempat-tempat yang mendatangkan fitnah dari dari dirinya terhadap orang-orang lain, hal itu akan menyebabkan dirinya dikagumi dan dihormati manusia. Sesungguhnya ini adalah prasangka yang salah sama sekali, karena sesungguhnya manusia tidak mungkin selamanya menghormati orang-orang yang berbuat seperti itu, bahkan sebenarnya mereka mencelanya dan memandang diri wanita itu dengan pandangan hina dan rendah. Dan wanita itu, dalam pandangan manusia dianggap sebagai wanita yang tidak punya harga diri dan akhlaq, lalu bagaimana mungkin seorang wanita yang berakal menghendaki hal ini terjadi pada dirinya? Apa yang memanggilnya kepada kehinaan dan menjatuhkan dirinya dalam keadaan seperti itu? Kemana akal dan rasa malunya hilang? 'Maka, wahai orang-orang yang memuliakan syetan dengan perbuatan Tabarruj dan Sufuur (membiarkan wajah terbuka tanpa hijab):

Takutlah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kalian kepada Allah daripada perbuatan yang buruk tersebut, kenalilah apa bagianmu kelak, ingatlah tempat kembalimu kelak, ingatlah kedudukan kalian kelak di alam kubur, yang gelak dan mengerikan. Dan ingatlah keberadaan kalian di hadapan Allah kelak. Dan ingatlah dahsyatnya hari kiamat. Ingatlah hari perhitungan dan ditimbangnya amal. Ingatlah akan neraka jahannam dan apa-apa yang Allah sediakan di dalamnya, yaitu adab yang pedih bagi mereka yang berpaling dan menyalahi perintah-perintah Allah Subhaanahu Wa-Ta`ala. Ingatlah akan semua itu, sebelum kalian berbuat tabarruj dan sufuur. Dan demi Allah, sesungguhnya kalian adalah makhluk yang amat lemah dalam memikul siksa Allah kelak, atau menghadapi dahsyatnya hari kiamat yang akan kalian hadapi kelak, maka kasihanilah dirimu, jangan biarkan terjerumus dalam keadaan seperti itu, bersegeralah untuk bertaubat Nasuha (sebenar-benar Taubat) sebelum pintu taubat tertutup, sebelum tanah menimbun jasadmu, maka sesalilah hal itu dengan sebenar-benar penyesalan.

Kepada para Lelaki 'Sesungguhnya tidaklah wanita rusak, dan sampai kepada tingkat kerusakan seperti ini, yaitu Tabarruj dan Sufuur, dan memandang remeh urusan dien (agama) dan hijabnya kecuali karena sebagian lelaki memandang remeh terhadap urusan wanita mereka, dan bermasa bodoh terhadap dien mereka, dan hilangnya sifat mereka sebagai lelaki, hilang sifat cemburu dari diri mereka, bahkan tidak merasa hina dengan adanya perbuatan tabarruj dan sufur yang dilakukan oleh wanita-wanita mereka. 'Aduhai, betapa hinanya, kalian lihat sebagian lelaki telah hilang sifat mereka sebagai lelaki, sehingga mereka pada akhirnya menjadi lelaki yang tambun (pemalas) bukan lelaki yang satria [maksudnya para lelaki tidak mau lagi menasehati wanita yang tabaruj dan sufur-ed].

Kemudian celakalah mereka yang tidak mengerti kehormatan diri-diri mereka, dan tidak menjaga orang-orang yang berada dalam tanggung jawab mereka, yang tidak melaksanakan dengan baik apa yang Allah telah perintahkan dalam menjaga kaum wanita, sedangkan Rasulullah Shalallaahu Alayhi Wa Sallam telah memberikan peringatan tentang hal ini, beliau bersabda: Tidaklah seorang penanggung jawab yang Allah berinya tanggung jawab untuk mengurusi tanggungannya, kemudian orang yang menjadi tanggungannya itu meninggal, dalam keadaan si penanggung tidak mempedulikan keberadaan orang yang meninggal tadi, kecuali Allah akan haramkan baginya jannah (syurga) " 'Wahai kaum lelaki, sesungguhnya harga diri kalian itu adalah seperti nyawa kalian, sesungguhnya telah banyak orang yang rusak di antara kalian, mereka menyepelekan masalah tanggung jawab, melalaikan amanah. Kalian telah berada dalam keadaan bahaya, dan tidaklah kalian rusak kecuali oleh diri kalian sendiri sedangkan kalian tidak menyadari. Tidakkah kalian berfikir dan bertaubat kepada Rabb (Tuhan) kalian dan menjaga wanita-wanita kalian?

Al-faqir Wal-Haqiir Ilallaah: Asy-Syahid Imam ‘Abdullah ‘Azzam rahimahullah
Read More..

Minggu, 19 Juli 2009

JIHAD YANG TAK KITA INGINKAN


Penulis: Syeikh Abdul Halim Musthafa Halimah

Syeikh Abu Basher semoga Allah bebaskan dari tawanan musuh, menasehati:


1. Kami tidak menghendaki jihad yang timbul akibat kebosanan, tidak sabar atas kenyataan maka dia mencari kematian untuk beristirahat lari dari kebosanan.

2. Kami tidak menghendaki jihad karena hawa nafsu sesaat supaya dikatakan si fulan telah berjihad di sini dan disini, namun apabila nafsu itu lenyap, selesailah semua amal jihad itu tak bersisa.

3.Kami tidak menghendaki jihad karena ketergesa-gesaan, memanen buah sebelum waktunya matang. Barangsiapa tergesa-gesa dalam suatu amalan sebelum waktunya, diharamkan memperolehnya. Perkara jihad sesuatu yang agung tidak ada yang dapat teguh padanya kecuali seseorang yang sabar menanti.

4. Kami tidak menhendaki jihad karena alasan melarikan diri dari situasai sulit yang sedang dihadadapinya atau lari dari tugas mengemban suatu amanat ummat.

5. Kami tidak menghendaki jihad yang tidak menimbang maslahat dan mafasid (kerusakan), yang tidak menimbang mana prioritas dan mana yang harus diakhirkan. Tidak peduli pada perkara-perkara syari dan pemikiran matang.

6. Kami tidak menghendaki jihad yang pasukannya menuju medan perang sebelum melalui batasan minimum i’dad (persiapan), lalu mudahlah dikalahkan oleh musuh.

7. Kami tidak menghendaki jihad demi kemaslahatan thaghut lalim. Apabila mereka mengijinkan beragkatlah pasukan itu dan jika mereka tak mengijinkan mereka pun mematuhi.

8. Kami tidak memginginkan jihad yang anggotanya terdiri dari para thaghut dan thaghut, maka berloyalitas pada thaghut dan bermusuhan dengan thaghut.

9. Kami tidak menghendaki jihad untuk melengserkan kekuasaan thaghut agar digantikan dengan taghut lain, kekufuran dengan kekufuran bentuk lain, sistem negara yang rusak dengan sistem negara yang rusak lain.

10. Kami tidak menghendaki jihad hanya untuk meraih puncak cita-cita tertinggi mati syahid lalu tidak peduli dengan kelangsungan perjuangan selanjutnya, tidak peduli pada fase-fase pembangunan pondasi dan bangunan Islam serta peraihan tujuan.

11. Kami tidak menghendaki jihad yang buahnya dipetik oleh thaghut zalim, seakan-akan kita dijadikan tameng dan kematian sedang mereka dengan konspirasi yang mereka susun memetik buahnya. Tujuan serta planing mereka tercapai sedang taktik mujahidin hancur lebur.

Inilah macam-macam jihad yang tidak kami inginkan, tidak kami seru dan tidak pula kami dukung.
Read More..

Rabu, 03 Juni 2009

bekal untuk para aktivis

http://www.ziddu.com/download/5025953/AKtivisMuslimra.rar.html Read More..

Minggu, 24 Mei 2009

MEWASPADAI JAHILIAH

Banyak orang yang mengira bahwa masa jahiliyah telah berakhir bersamaan dengan datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Bahkan bisa jadi, mereka menduga bahwa kejahiliyahan itu hanya terdapat pada masyarakat Arab sebelum Islam. Padahal sebenarnya kejahilyahan itu ada pada setiap masyarakat, tempat dan masa. Dengan kata lain, kejahiliyahan itu bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk memahami apa itu jahiliyah yang sebenarnya.
Umar Ibnul khottob  berkata :
إِنَّمَا تُنْقَضُ عُرَى الْإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةُ إِذَا نَشَأَ فِي الْإِسْلاَمِ مَنْ لاَ يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةِ
Sesungguhny a akan terurai ikatan islam ini sehelai demi sehelai, ketika ada dalam islam orang-orang yang tidak mengetahui apa itu jahiliyah.
Menurut Ibnu Taimiyah, seperti yang dikutip oleh Muhammad Qutb, jahl itu bermakna “tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu” Karena itu, orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang yang haq (benar) adalah jahil, apalagi kalau tidak mengikuti yang haq itu. Atau tahu yang haq tapi prilakunya bertentangan dengan yang haq, meskipun dia sadar atau paham bahwa apa yang dilakukannya memang bertentangan dengan yang haq itu sendiri.

JAHILIYAH DALAM AL-QUR’AN

Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman tentang jahiliyah yang penggunaannya untuk tiga hal. Hal ini menjadi penting untuk kita pahami agar dengan demikian kita menyadari bahwa jahiliyah itu tidaklah semata-mata bodoh dalam arti tidak punya ilmu, apalagi sekedar bodoh secara intelektual.

Jahiliyah Dalam Ketuhanan.

Banyak orang yang paham dengan berbagai ilmu. Akan tetapi mereka tidak paham dan tidak mengenal Allah Ta’ala. Bahkan jika mereka ditanya tentang uluhiyah, rububiyah serta asma’ wa sifat Allah Ta’ala tidak mereka pahami sama sekali. Padahal salah satu hal yang wajib dipelajari oleh seorang mukmin adalah mengetahui siapa sebenarnya Allah Ta’ala. Maka pandainya ia dalam berbagai hal, akan tetapi tidak memahami hal ini tetap dianggap bodoh.lihatlah kisah bani israil yang memohon kepada Rasulullah untuk dibuatkan sembahan sebagaimana sembahan orang-orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman :
Bani Israil berkata: Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil” (QS 7:138).
Dalam Islam, mengetahui siapa Allah Ta’ala merupakan masalah yang paling mendasar, bila pada masalah ini manusia sudah menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka tidak akan mungkin terwujud kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Perlu dipahami bahwa tugas utama seluruh nabi adalah mengajak tauhid dan menjauhkan syirik. Sedangkan tauhi itu adalah mengesakan Allah Ta’ala. Karena itu, bila manusia mengabaikan misi para Rasul ini, kehancuran hidup dunia dan akhirat tidak bisa dielakkan lagi.

Jahiliyah Dalam Akhlak.

Kata Jahiliyah juga digunakan oleh Allah Ta’ala untuk menamakan akhlak atau prilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai ialam. Misalnya saja penampilan seorang wanita yang tidak islami, sikap sombong, pembicaraan yang tidak bermanfaat, perzinahan dll.
Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu (QS 33:33).
Mujahid berkata, yang disebut bertingkah laku sebagaimana orang jahiliyah adalah keluarnya wanita dari rumahnya dan berjalan melewati para lelaki (Tafsir Ibnu katsir).

Terdapat juga firman lain yang artinya: Ketika orang-orang kafir menanamkan ke dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu’min (QS 48:26). Dan ayat yang menggambarkan kejahiliyahan dalam bentuk pembicaraan yang tidak bermanfaat adalah firman Allah yang artinya: Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil” (QS 28:55).

Kejahiliyahan dalam akhlak telah membawa dampak negatif yang sangat besar sejak masa lalu hingga hari ini dan hari kiamat nanti. Terjadi kerusakan dibidang perekonomian, kemanusiaan, kekeluargaan, kemasyarakatan hingga lingkungan hidup yang didiami oleh manusia dan manusia mengalami akibat dari semua itu, Allah berfirman yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 30:41).

Jahiliyah Dalam Hukum.

Dalam masalah hukum, Allah Ta’ala juga menggunakan kata jahiliyah untuk hukum-hukum selain dari hukum Allah atau hukum yang bertentangan dengan hukum-Nya. Itu sebabnya seorang muslim jangan menggunakan hukum yang lain kecuali hukum Allah atau jangan gunakan hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah. Dalam pelaksanaan hukum, manusia sebenarnya mencari keadilan dan manusia tidak akan memperoleh keadilan itu kecuali apabila hukum-hukum Allah ditegakkan. Karena itu, amat aneh apabila manusia ingin mendapatkan keadilan yang hakiki, tapi hukum-hukum lain, yakni hukum yang bertentangan dengan hukum Allah diperjuangkan penegakkannya. Hukum yang datang dari Allah memberikan keadilan bagi umat manusia, baik dalam masalah pribadi, keluarga maupun masyarakat, negara dan bangsa. Allah berfirman yang artinya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin (QS 5:50).

Sebagai sebuah contoh, ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta komentar atas terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan para pembesar masyarakat tapi mereka dibiarkan saja dengan kesalahan dan dosa yang mereka lakukan, maka Rasulullah menegaskan: “Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya”. Disamping itu, ketika Ali bin Abi Thalib mengajukan ke pengadilan seorang Yahudi yang mencuri baju besinya kepada Khalifah Umar bin Khattab, maka di pengadilan itu, Umar justeru membebaskan orang Yahudi dari segala tuduhan, karena kesalahan yang dilakukannya tidak bisa dibuktikan secara hukum. Tegasnya amat banyak contoh dalam sejarah yang menggambarkan betapa bila hukum-hukum Allah ditegakkan, manusia akan mendapatkan keberuntungan, bahkan tidak hanya bagi kaum muslimin, tapi juga mereka yang non muslim. Sementara ketika hukum-hukum jahiliyah yang tegak, maka yang menderita bukan hanya mereka yang jahiliyah, kita yang taat kepada Allah juga bisa merasakan akibat buruknya. Hanya persoalannya, begitu banyak manusia yang “bodoh” sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan bathil dan akibatnya tidak bisa menjatuhkan pilihannya kepada kepada yang haq itu.

Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mau berhukum kepada hukum Allah, ada dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS 5:44).

Dalam kehidupan kita di dunia ini, tiga persoalan di atas merupakan sesuatu yang tidak terpisah-pisah, yakni aqidah, syari’ah dan akhlak. Karena itu, apabila pada tiga sisi ini tidak sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam diri kita, itu berarti terjadi kejahiliyahan pada diri kita yang tentu saja harus kita jauhi, karena kejahiliyahan merupakan sesuatu yang tercela dan itu sebabnya, Rasulullah Saw bertugas membebaskan manusia dari segala unsur kejahiliyahan. Read More..

AWAS BUDAYA TASYABBUH

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.[QS. Ali Imran: 100]
Semestinya seorang muslim harus selalu berpegang kuat dengan agamanya dalam seluruh aspek kehidupannya baik akidah, tata cara beribadah, aturan-aturan pergaulan, akhlak, maupun kebiasaannya. Namun masih banyak dari kaum muslimin yang kurang memperhatikan masalah ini. Maka tentunya hal ini menunjukkan lemahnya iman. Mereka tidak tahu bahwa dirinya telah tertipu dengan meninggalkan ajaran yang mulia dan mengambil ajaran yang rendah dan hina.
Tasyabbuh adalah menyerupai gaya, sikap, cara atau kebiasaan suatu kaum. Dan tidak boleh kita bertasyabbuh terhadap non-muslim sebagaimana Abu Sa’id al-Khudry  telah meriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda,
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ - رضى الله عنه - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »

“Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara Sunan, gaya-gaya orang-orang sebelum kalian satu jengkal, satu hasta, satu depa, secara bertahap sehingga sampai mereka memasuki lubang biawak sekalipun kalian akan mengikutinya”. Para sahabat bertanya, ”Yahudi dan Nasrani?”. Jawab Rasul, ”Siapa lagi kalau bukan mereka”. [HR. Bukhori, Muslim, Ahmad]
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rohimahulloh berkata, “Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi dalam hal penampilan, pakaian, tempat makan, dan sebagainya karena ia adalah kalimat yang bersifat umum. Dalam artian, bila ada seseorang yang melakukan ciri khas orang-orang kafir, dimana orang yang melihatnya mengira bahwa ia termasuk golongan mereka (maka saat itulah disebut dengan tasyabbuh, pen).” (Majmu’ Durus Wa Fatawa Al-Haramil Makki, 3/367)
Saat ini kaum Yahudi dan Nashrani begitu gencar memerangi ummat Islam dengan menggunakan televisi, senjata yang kesaktiannya sudah terbukti. Diantara hal-hal yang sudah nampak jelas dari tasyabbuh yang dilakukan ummat Islam saat ini adalah:
1. Pakaian yang memperlihatkan aurat.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. [QS. Al-Ahzab: 59]
Maka, adalah tugas pria sejati untuk memerintahkan istri dan puterinya agar menutup aurat mereka. Akan tetapi, adalah kenyataan bahwa begitu banyak ibu-ibu dan remaja puteri yang pergi ke pasar tradisional, supermarket, mall, dan pusat perbelanjaan lainnya dengan mengenakan pakaian yang memperlihatkan aurat sehingga mengundang syahwat kaum pria. Mereka menjadikan pakaian sexy (pengundang sex) sebagai pilihan karena memang yang setiap hari mereka lihat adalah televisi. Televisi telah dijadikan sebagai guru dan tuntunan bagi sebagian besar ummat islam. Jadi jangan heran jika kemudian mereka meniru-niru yang ia lihat setiap hari.
2. Gaya rambut.
Dari Ibnu Umar ra katanya: Rasulullah saaw melarang mencukur sebahagian rambut di kepala (dan meninggalkan sebahagian lagi). [HR. Bukhori, Muslim, An-Nasa`i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad]
Maka para orangtua dan para guru hendaknya memperhatikan anak-anak mereka agar tidak menata rambut mereka seperti “anak punki”, sebab itu termasuk tasyabbuh yang buruk.
Dari Asma’ binti Abu Bakar  katanya: Seorang wanita datang kepada Nabi  lalu berkata: Wahai Rasulullah! Aku mempunyai seorang anak perempuan yang bakal menjadi pengantin. Dia pernah diserang penyakit campak, sehingga rambutnya gugur. Bolehkah aku menyambungnya dengan rambut orang lain? Rasulullah saw bersabda, “Allah mengutuk orang yang menyambungkan rambutnya dengan rambut orang lain dan orang yang meminta supaya disambungkan rambutnya.” [HR. Bukhori]
Maka perhatikanlah wahai kaum wanita, agar kalian tidak mengenakan wig. Sebab mengenakan wig bukanlah sunnah Nabimu.
Ada lagi yang menyemir rambutnya dengan semir yang warna warni. Mereka beralasan dengan sebuah hadist Rasulullah  :
غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
"Ubahlah warna uban kalian, dan janganlah kalian bertasyabbuh dengan kaum Yahudi."[HR. Turmudziy; hadits hasan shahih] Dalam riwayat Ibnu Hibban dan Imam Ahmad ada tambahan "dan kaum Nashraniy". Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim dinyatakan, "Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashraniy tidak mengecat uban mereka, maka janganlah kalian menyerupai mereka". [Imam Mubarakfuriy, Tuhfat al-Ahwadziy, hadits no. 1674]
Imam Syaukani, di dalam kitab Nail al-Authar mengatakan, "Hadits ini menunjukkan, bahwa ‘illat syar’iyyah disyariatkannya pengecatan dan mengubah warna uban adalah, agar tidak menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashraniy."
Akan tetapi jika tujuan pensyari’atan tersebut hilang, dan sebaliknya bahwa mengecat rambut dengan warna-warni adalah budaya orang-orang kafir hari ini, maka meninggalkannya menjadi sebuah keharusan.
3. Tattoo.
Dari Ibnu Umar ra katanya: Rasulullah  mengutuk orang yang menyambung rambut dan orang yang meminta supaya disambungkan rambutnya, orang yang membuat tattoo dan orang yang meminta supaya dibuatkan tattoo. [HR. Bukhori, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa`i]
4. Clubbing.
Sesungguhnya diantara manusia ada yang mengisi malam-malamnya dengan ibadah, dan ada pula yang mengisi malam-malamnya dengan ma`siat. Adapun orang-orang yang ia pergi ke kafe-kafe, club-club, bar-bar, lalu mereka meminum khamr, memakai candu, berciuman dan berpelukan dalam tarian, memperlihatkan aurat, dan melakukan kema`siatan-kema`siatan lainnya; maka hal ini adalah hasil dari da’wah non-muslim yang sangat keji.
Dari Anas  katanya: Nabi saaw bersabda: “Barangsiapa yang tidak suka sunnahku, dia bukanlah termasuk golonganku/ummatku” [HR. Bukhori]
5. Menggunakan aturan sosialis, sekuler, demokrasi, dari aturan-aturan tata negara yang dibuat orang kafir.
Demikian pula dalam sistem ekonomi seperti sistem riba dan sebagainya. Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan hafizhohulloh berkata, “Termasuk bentuk meniru-niru orang kafir adalah menjalankan aturan-aturan dan perundang-undangan orang kafir. Atau ajaran-ajaran yang berbahaya seperti ajaran sosialis dan ajaran sekuler yang membedakan antara agama dan pemerintahan, serta yang lainnya dari hukum, aturan ekonomi, dan aturan lainnya...” (Al-Khuthob, 2/168)
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan Allah Ta’ala untuk menjauhi oang-orang kafir dan semoag Allah Ta’ala kuatkan kita untuk menempuh jalan oang-orang salaf serta dikumpulkan bersama mereka di jannah Read More..

Jumat, 10 April 2009

Kenapa Harus Bangga Sebagai Sebuah Bangsa? [Sebuah Perlawanan Terhadap Ide Nasionalisme]


Faham kebangsaan adalah salah satu paham yang paling sulit dimengerti. Entah mengapa, kita yang lahir di Nusantara ini tiba-tiba dijejali dengan berbagai doktrin nasionalistik. Guru-guru kita berkata : “engkau adalah bagian dari Bangsa Indonesia, engkau harus bangga menjadi Bangsa Indonesia, engkau harus bisa membawa nama baik bangsamu, engkau harus menjaga citra bangsa, engkau harus mau berkorban untuk bangsamu, engkau harus selalu berani membela bangsamu, engkau harus menjaga kesatuan bangsamu, engkau harus serahkan jiwa-ragamu untuk kehormatan bangsamu, engkau harus meletakkan kepentingan bangsamu di atas segala-galanya, dan lain-lain”.
Nasionalisme telah menjadikan identitas kebangsaan sebagai identitas paling tinggi. Kepentingan bangsa adalah kepentingan tertinggi. Kebangsaan dijadikan sebagai faktor utama untuk menyatukan manusia, kebangsaan juga yang dijadikan sebagai faktor utama untuk memisahkan/membedakan diri dengan manusia lain (yang tidak sebangsa). Ikatan kebangsaan dijadikan asas dalam membangun sebuah negara. Inilah yang disebut “negara bangsa” (nation state).
Faham Yang Irasional
Entah apa yang membuat kita bertahun-tahun mau menerima mentah-mentah doktrin seperti ini. Padahal, jika kita mau sedikit berfikir, ada satu pertanyaan kritis yang bisa kita ajukan terkait dengan masalah ini. Pertanyaannya adalah: “Siapa yang menutut saya untuk membaktikan diri sepenuhnya kepada apa yang disebut dengan bangsa? Atas dasar apa identitas kebangsaan itu mesti membawa konsekuensi untuk menaruh loyalitas tertinggi kepada ikatan kebangsaan?”. Jawabnya apa? Saya rasa tidak ada jawaban benar yang bisa membuat kita menerima doktrin di atas secara rasional.
Dari sini kita jadi tahu, bahwa nasionalisme itu bukanlah ide yang rasional. Faham kebangsaan itu bersifat emosional. Hanya gara-gara kita dilahirkan dalam sebuah bangsa, dan hidup di tempat yang sama, maka kita harus memberikan loyalitas tertinggi kepada bangsa itu, tanpa boleh mencerna alasannya. Mereka berkata: Kita harus berjuang, bersaing dengan bangsa lain, agar bangsa kita memiliki nama yang harum di tengah bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak boleh membiarkan bangsa kita didominasi oleh pihak lain, sehingga kita harus senantiasa menjaga kemandirian bangsa. Bahkan kalau perlu, kita harus berani mengorbankan hidup kita demi bangsa tercinta. Jangan biarkan sesuatu pun memecah-belah bangsa kita, walau dengan alasan agama sekali pun. Itulah yang mereka ajarkan. Semua hanya dibangun oleh satu alasan, yaitu “karena kita dilahirkan dalam sebuah bangsa”. Sungguh tidak masuk akal. Ikatan dan loyalitas semacam itu hanya lahir dari pandangan yang dangkal dan sempit. Hanya lahir dari naluri mempertahankan diri seperti tampak pada binatang-binatang yang hidup secara berkelompok.

Nasionalisme Tidak Layak Dijadikan Asas dan Kepribadian Negara
Negara merupakan unit kehidupan sosial manusia. Di dalam negara terjadi berbagai macam interaksi manusia yang sedemikian kompleks. Di dalam negara terkumpul berbagai macam problematika kehidupan masyarakat yang tidak sederhana. Atas dasar itu, negara wajib memiliki sistem yang berfungsi untuk mengatur seluruh bentuk interaksi sosial di dalamnya. Negara wajib memiliki sistem yang berguna untuk menyelesaikan berbagai problematika kehidupan sosial, baik menyangkut seluruh urusan dalam negeri maupun luar negeri. Maka, negara membutuhkan seperangkat sistem kehidupan yang menyeluruh, sesuai dengan karakternya yang khas.
Dan apa yang disebut nasionalisme tidak bisa memberi sistem apa pun kepada manusia, selain sekedar tempat untuk berpijak (tanah-air). Maka, paham kebangsaan jelas tidak bisa memenuhi kebutuhan dari sebuah negara. Yang dibutuhkan oleh sebuah negara yang berkepribadian mantap adalah idiologi. Yakni sebuah pemikiran yang dapat memberi manusia suatu pandangan mendasar dan menyeluruh mengenai kehidupan, beserta seperangkat sistem kehidupan yang memancar dari pemikiran tersebut. Dari idiologi tersebut ditelorkan berbagai macam sistem kehidupan yang memiliki corak khas, baik dalam pemerintahan, ekonomi, hukum, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri. Dan semua itu tidak akan kita dapat dari dalam bumi, dalam tanah-air tempat kita lahir. Juga tidak kita dapati dalam sifat genetik yang secara turun-temurun diwariskan oleh leluhur kita. Sebab, idiologi memang bukan soal kebangsaan, tapi soal pemikiran (maksudnya faham tertentu).

Islam Sebagai Idiologi
Islam merupakan idiologi yang lahir dari pandangan hidup tertentu. Aqidah islam adalah pandangan hidup islam, sedangkan syariah islam yang digali dari Al Qur’an dan assunah merupakan sistem menyeluruh yang akan mengatasi seluruh problematika kehidupan manusia. Atas dasar itu, islam merupakan sebuah idiologi yang layak dijadikan sebagai asas dalam bernegara.
Aqidah islam melihat kehidupan dan problematikanya dengan cara yang khas. Dunia seisinya diciptakan oleh Allah, dan seluruh problematika kehidupan dunia disiapkan sebagai ujian bagi manusia. Allah menurunkan wahyuNya kepada Muhammad saw agar manusia bisa menjalani ujian itu dengan benar. Dan Allah akan mematikan manusia, kemudian menghitung hasil ujian yang telah mereka jalani. Kemudian manusia akan menerima balasan dari apa yang telah ia kerjakan.
Aqidah islam memancarkan berbagai sistem kehidupan yang unik. Tidak ada satu pun problematika di dunia ini yang tidak teratasi oleh sistem islam. Dengan sistem itu, manusia bisa menjalani kehidupannya dengan benar, dan akan bisa mempertanggunjawabkan seluruh amalnya kepada Allah pada hari perhitungan. Islam mengatur sistem pemerintahan secara jelas, sebagaimana islam memberi manusia aturan tentang sholat. Islam mengatur permasalahan peperangan secara rinci, sebagaimana islam juga mengatur permasalahan mu’amalah. Islam mengatur sistem ekonomi secara baik, sebagaimana islam juga mengatur permasalahan shaum. Islam memaparkan sistem pidana dengan detail, sebagaimana islam menjelaskan perihal thoharoh. Dsb
Maka jelas, islamlah yang dibutuhkan oleh manusia untuk meraih kebahagiaan dunia-akhirat. Islamlah yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan berbagai ujian ini, baik dalam sektor privat maupun sektor publik, baik dalam urusan keluarga maupun urusan negara.
Kepada Siapa Hidup Ini Kita Dedikasikan?
Kalau kita bicara mengenai “kepada siapa hidup kita ini kita dedikasikan?” dan “kepada siapa loyalitas tertinggi kita berikan?” maka jawabannya tidak bisa dilepaskan dari cara kita dalam menjawab pertanyaan “untuk apa kita hidup?”. Kita hidup bukan untuk menyembah “bangsa”. Jika anda seorang muslim, maka anda harus yakin bahwa hidup manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah Ta’ala. Maka, Allah-lah labuhan dari seluruh hidup dan amal kita. Kepada Nyalah kita dedikasikan seluruh pengabdian kita. Kita lahir untuk mentaati perintahNya. Perintah Allah Ta’ala inilah yang harus kita perjuangkan mati-matian. Sebab, taat kepada Allah Ta’ala adalah alasan kita di dunia. Siapa yang berjalan bersama-sama kita dalam mengabdi kepada Allah, maka mereka adalah saudara “sebangsa” kita, tanpa memandang keluarga, kebangsaan, warna kulit, dll. Kita bersatu karena aqidah. Dan siapa saja yang menghalangi manusia untuk menuju jalan hidayah, maka merekalah musuh sejati kita. Kita akan berhadap-hadapan dengan mereka di medan peperangan. Tidak peduli siapa mereka, hingga andaikata mereka adalah keluarga kita, maka mereka akan tetap kita hadapi.
Maka, sebagai sebuah idiologi yang universal untuk seluruh umat manusia, Islam menentang ide kebangsaan. Diriwayatkan bahwa rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى
“wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan bapak kalian adalah satu.ketahuilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang arab dibandingkan non arab, dan begitu pula non arab dengan arab, dan juga kulit merah dibandingkan kulit hitam begitu pula sebaliknya, kecuali dengan taqwa( HR : Ahmad )”. Jadi perjuangan Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam menghimpun manusia adalah perjuangan atas dasar islam, bukan kebangsaan.
Menyatukan Umat Islam
Sekarang, umat islam telah tercabik-cabik oleh nasionalisme. Orang Indonesia bangga dengan keindonesiaannya. Orang mesir bangga dengan mesirnya, orang irak bangga dengan iraknya, orang malaysia bangga dengan malaysianya. Yang menjadi misi kita sekarang adalah menyatukan hati-hati kaum muslimin. Menghancurkan belenggu nasionalisme yang telah lama memisahkan hati dan loyalitas mereka. Kemudian, mengajak mereka untuk kembali kepada masa kejayaannya. Masa pada saat umat islam memiliki satu payung yang akan menghimpun dan menyalurkan seluruh dedikasi dan loyalitas mereka. Yaitu sebuah negara yang akan memberi arena bagi umat islam untuk membaktikan diri mereka sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Khilafah akan membuat mereka tidak butuh dan lupa dengan nasionalisme yang busuk itu!
Wahai umat islam! Jangan lagi kalian katakan “Bagiimu negri jiwa raga kami”, tapi katakanlah “inna sholaatiy wa nusukiy wa mahyaayaa wa mamaatiy lillaahi Rabbil ‘aalamiin”! …Wallahul musta’aan.(Amru, dari sasak.net dengan editing) Read More..

Kamis, 09 April 2009

TAUHID DAN KHILAFAH

Penegakan tauhid adalah inti di utusnya para Rasul. Dan karen tauhid pula Allah Ta'ala menurunkan kitab-Nya, menciptakan seluruh manusia dan dunia seisinya. Bahkan kalimat tauhid ini jika ditimbang dengan langit dan bumi serta dunia seisinya, akan lebih berat tauhid.
Akan tetapi tauhid yang agung ini tidak akan bisa ditegakkan kecuali di suatu daerah yang menerapkan syari'at islam. Negeri islamlah yang mengajarkan tauhid yang benar pada ummat, memberantas kesyirikan dengan kekuatan, menghancurkan tempat-tempat kemusyrikan dan menyelamatkan umat islam dari kemurtadan yang tidak disadarinya.

Maka keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Khilafah tidak akan menuntun kejalan yang benar jika aqidah penegaknya rusak, atau sebaliknya, tauhid tidak dapat direalisasikan dengan baik jika tidak ada wadah yang menampungnya. Persisi sebagaimana mata uang. Ia tidak akan laku jika hanya terdapat satu sisi saja. Dan ia akan berharga jika keduanya utuh.

Wajibnya menegakkan khilafah
Kekhilafahan adalah sesuatu yang sangat penting di dalam Dienul Islam. Tidak ada perselisihan di antara umat dan para imam tentang kewajiban menegakkan khilafah, kecuali sebagian dari golongan Khawarij dan Mu'tazilah.

Banyak dalil yang menerangkan tentang wajibnya menegakkan khilafah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al Baqarah: 30).
Al Qurthubiy berkata, “Ayat ini adalah dasar dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, agar persatuan berkumpul dengannya dan hukum-hukum Khalifah diterapkan dengannya. Dan tidak ada perbedaan dalam wajibnya hal itu di antara umat dan tidak pula di antara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al Ashamm – Al Mu’taziliy – karena dia itu Asham (tuli) dari syari’at ini.”
Allah SWT juga berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (An Nisaa`: 59)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mentaati ulil amri. Perintah untuk taat tersebut menunjukkan bahwa wajib hukumnya mengangkat waliyyul amri (khilafah). Karena Allah tidak mungkin mewajibkan kaum muslimin untuk taat kepada sesuatu yang tidak ada.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang mati sedang di lehernya tidak ada bai’at maka dia mati dengan mati jahiliyyah.”
Hadits di atas menunjukkan tentang wajibnya mengangkat imam. Karena bai'at tidak akan terjadi tanpa ada imam.
Al Mawardiy rahimahullah berkata, “Mengangkat imam bagi orang yang mampu menegakkannya di tengah umat adalah wajib dengan berdasarkan ijma.”
Al Haitsamiy rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa sahabat radhiyallahu 'anhum telah ijma bahwa mengangkat imam setelah berlalunya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban terpenting dimana mereka menyibukkan diri dengannya dari penguburan Rasulullah SAW.”
Dengan kehilafahan akan tegak tauhid, menjamurnya kader-kader pejuang islam, dan dihargainya darah dan kehormatan seluruh umat islam. Seluruh umat islam harus mengarahkan seluruh aktifitasnya untuk mengembalikan kehilafahan tersebut. Dan tentunya harus diwadahi dalam aqidah yang lurus.

Khilafah tidak mungkin tegak tanpa tauhid yang benar
Seluruh umat Islam harus berusaha menegakkan tauhid. Yaitu amal yang serius yang berkesinambungan untuk merealisasikan tauhid dengan segala macam-macamnya, dan cabang-cabangnya yang sudah baku dalam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di tengah umat. Terlebih lagi pada kelompok yang menerjuni tugas dakwah dan amal dalam rangka menolong dien ini dan meninggikan kalimatnya di muka bumi ini. Hal ini penting karena beberapa sebab:
Sebab pertama : Bahwa tauhid dalam dienul Islam dinilai sebagai tujuan bagi segala tujuan yang karenanya Allah menciptakan makhluk, Dia mengutus Rasul-rasul dan Dia menurunkan Kitab-kitab, serta Dia mensyari’atkan jihad dan qital …
Sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (An Nahl : 36).
Dan Dia ta’ala berfirman :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al Anbiyaa’ : 25)
Dan firman-Nya ta’ala :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzaariyaat : 56)
Dan firman-Nya ta’ala :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah : 5)

Tauhid adalah tujuan paling tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya atau sejajar dengannya. Tidak boleh menelantarkannya dalam rangka menegakkan tujuan atau maksud lain. Dengan ungkapan lain mengorbankan tauhid dalam rangka menegakkan hilafah. Ia selamanya menjadi prioritas utama saat banyak tugas dan amal yang bertumpuk.
Sebab kedua : Bahwa tamkin, kemenangan, istikhlaf (pemberian kepercayaan untuk memimpin) dan keamanan serta kebaikan lainnya yang kita elu-elukan dan kita cari serta kita berupaya ke arah sana… semua itu disyaratkan dengan adanya perealisasian tauhid pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan masyarakat-masyarakat kita. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (An Nuur : 55)

Perealisasian tauhid tergolong sebab paling kuat untuk meraih kemenangan, peneguhan dien ini serta keberkuasaan, dan kebalikannya juga seperti itu, dimana di antara sebab terbesar kekalahan, kegagalan dan kehinaan adalah lenyapnya tauhid dan tidak merealisasikannya pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan hidup kita… Allah ta’ala berfirman :
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad : 7)
Yaitu bila kalian menolong Allah dengan menta’ati-Nya, mengibadati-Nya dan mentauhidkan-Nya, maka Dia akan menolong kalian atas musuh-musuh kalian dengan berupa pengokohan-Nya.

Penutup
Setelah kita membahas hubungan antara tauhid dengan penegakan hilafah, jelas bagi kita bahwa perjuangan mengembalikan kembali khilafah harus diwadahi tauhid ahlus sunnah dengan manhaj salaf yang lurus. Bohong jika ada kelompok ingin mengembalikan kehilafahan tetapi tidak berakidah lurus.

Demikian pula bohong bagi mereka yang berusaha menegakkan tauhid tetapi tidak pernah berfikir mengembalikan kehilafahan. Apakah mereka mengira cukup hanya dengan hafalan kitab-kitab tauhid ? atau sudah mendapat gelar-gelar mentereng dari jurusan-jurusan tauhid ? Sama sekali tidak ! tauhid tidak tegak hanya dengan teori. Ia butuh tempat yang akan menumbuhkan dan menyuburkannya. Semoga kita diberi kekuatan Allah Ta'ala untuk mengembalikan kehilafahan yang telah hilang. Dan semoga ummat ini diberi kesabaran dalam menempuhnya walaupun berat dan panjang jalan yang harus dilaluinya. wallahul musta’an. [ Anwar & Amru]. Read More..

ABU UMAR AS SAIF

Nama lengkapnya Muhammad bin Abdul1ah bin Saif At-Tamimi. dibesarkan di propinsi Al-Qashirn Kerajaan Saudi Arabia. Sebelumnya pernah menimba ilmu dan para ularna kaliber di Saudi Arabia, semisal “ Saikh Muhammad Shalih A1-’Utsaimin. Sebelum masuk dalam kancah jihad di Chechnya, kehidupan jihadnya rnulai di Afghanistan, dengan mengikuti pelatihan militer di sana. kemudian beliau pindah ke Chechnya pada tahun 1417 H bertempat di kamp militer Panglima Khatthab rahirnahullâh, dan berjihad di bawah komando Panglima Khatthab rahimahullâh pada permulaan terjadinya perang melawan Rusia.

Sejarah jihadnya
Setelah hengkangnya pasukan Rusia pada perang pertama dari bumi Chechnya dan dibarengi berdirinya Negara Chechnya, para petinggi Chechnya berkeinginan kuat untuk menerapkan syariat Islam. Lalu diangkatlah Syaikh Abu Umar As-Saif untuk mengawasi dan membimbing perja1anan dan pembelajaran calon hakim agama. Maka dan itu didirikanlah Sekolah Tinggi Hukum Agama Islam, dan kedua Sekolah tinggi Penegak Syariat di kota Guderrnes, di kemudian harinya meluluskan beberapa hakim dan pelajar terbaik.
kernudian pada tahun 1420 H, pasukan Rusia kembali melakukan agresi ke Chechnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Syaikh Abu Umar As-Saif untuk rnenghunuskan senjatanya dan bergabung ke dalam barisan mujahidin. Beliau tidak hanya menjadi penasehat dan penggerak semangat jihad para mujahid, bahkan nasehat dan dorongan yang disampaikannya itu ikut mendarah daging dalam tubuhnya untuk terjun langsung ke kancah jihad bersama mujahidin lainnya.
Tidak sekali beliau terluka dalam peperangan melawan Rusia, bahkan tidak terhitung luka yang dialaminya ketika terjadi konfrontasi bersama pasukan Rusia. Bahkan tidak sedikit adanya usaha dan pihak Rusia untuk bisa membunuh beliau secara tiba-tiba selama perjalanan jihad beliau di Chechnya.
Tapi kesibukan beliau di kancah perang dalam memanggul senjata tidak menjadikannya lalai untuk menyebarkan ilmu syar’i di tengah-tengah masyarakat bahkan sampai pada kondisi sesulit dan separah apapun yang dihadapinya. Hal mi dibuktikan dengan keberhasilan beliau dalam mendirikan Ma’had Imam Syafi’i, dan kedua Ma’had Al-Hisbah, itu diluar kesibukan beliau dalam mengadakan dan mengisi diklat-diklat ilmu syar’i di berbagai daerah di Chechnya, untuk kalangan laki-laki dan perempuan. Hal ini memberikan dampak positif dalam membentuk daya paham masyarakat awam Islam yang ada di Chechnya—khususnya bagi para mujahidin—terhadap perkara-perkara dienul Islam, yang juga menjadi target Rusia dengan pelbagai cara dan metode yang sangat mengerikan untuk menjauhkan masyarakat awam Islam di Chechnya dan ajaran-ajaran Islam.
Bagi Syaikh Abu Umar As-Saif rahimahullâh tidak cukup kalau hanya berkecimpung dalam jihad menggunakan lisan, pena dan senjatanya saja. Lebih dari itu beliau juga berjihad dengan harta. ini terbukti dengan adanya usaha beliau dalam mendirikan Yayasan Al Huda yang mengampu peranan sangat besar dalam menampung dan membiayai keluarga mujahidin. Entah yang ditinggal mati syahid ataupun ditawan oleh pihak Rusia, atau rakyat yang sangat memerlukan bantuan, dan bahkan merogoh koceknya sendiri untuk beliau infakkan, Ketika ada salah seorang mujahidin yang tertawan pihak Rusia, beliau sendiri yang menebusnya dalam jumlah 10.000 US Dollar.
Selain itu semua, beliau juga masuk dalam jajaran atas para pendiri Majelis Syura Militer Mujahidin Chechnya.

Syahidnya beliau
Perhatian beliau terhadap mujahidin, tidak hanya terbatas pada rnasalah-masalah mujahidin yang ada di Chechnya saja, tapi diberikannya ke setiap ternpat bumi jihad, seperti di Irak. Beliau pernah berjihad langsung di sana, dan begitu juga di tanah jazirah Arab yang pernah mendapatkan siraman rohani yang sangat baik dan arahan-arahan dan nasehat-nasehat beliau,
Beliau menjurnpai syahidnya pada bulan Syawal 1426 hijriyah bersama isterinya, setelah kontak senjata dengan tentara Rusia, dalam kondisi maju pantang mundur sedikitpun.
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada seorang ‘alim yang satu ini yang telah membuktikan ilmunya dalam amalnya keseharian.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنْ خَيْرِ مَعَاشِ النَّاسِ لَهُمْ رَجُلٌ مُمْسِكٌ عِنَانَ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَطِيرُ عَلَى مَتْنِهِ كُلَّمَا سَمِعَ هَيْعَةً أَوْ فَزْعَةً طَارَ عَلَيْهِ يَبْتَغِي الْقَتْلَ وَالْمَوْتَ مَظَانَّهُ
“Di antara penghidupan yang paling baik dimiliki manusia, laki-laki yang menarik kekang kudanya dalam kancah jihad, bagaikan terbang di atas punggungnya, setiap ia mendengar hiruk pikuk dan suara minta tolong, ia pacu kudanya agar ia dibunuh dan mencari mati sesuai sangkaannya.” (HR. Muslim). [infojihad.com dengan perubahan] Read More..